Langsung ke konten utama

Ekstradisi Dalam Hukum Internasional

Penjelasan Mengenai Ekstradisi

Ekstradisi merupakan perjanjian antara dua negara atau lebih yang bersifat bilateralterkadang multilateral dan hanya berlaku bagi pihak yang meratifikasi perjanjian ekstradisi
tersebut. Prasyarat bagi adanya perjanjian ekstradisi itu harus terlebih dahulu terdapat
hubungan diplomatik antara kedua negara.
Walaupun demikian, ada beberapa hal kiranya dapat menghambat proses permintaan
ekstradisi yang menyebabkan penolakan terhadap permintaan ekstradisi, salah satunya
adalah asas tidak menyerahkan pelaku kejahatan politik. Permintaan atau penyerahan atas
diri seorang pelaku kejahatan, tidak diperbolehkan jika kejahatan yang dijadikan dasar
untuk meminta penyerahan maupun untuk menyerahkan orang tersebut adalah kejahatan
politik. Alasan-alasan tidak akan mengekstradisi seseorang yang melakukan kejahatan
politik adalah yang pertama demi keadilan untuk menjaga hak asasi manusia dalam
berpolitik walaupun itu berbeda dengan pemahaman politik pengusa yang sah. Alasan yang
kedua yaitu demi keadilan bagi semua pihak. Tujuan dari penulisan ini, di samping untuk
mengetahui praktik penggunaan ”asas tidak ada ekstradisi untuk kejahtan politik”, juga
untuk adanya kepastian hukum dan menghindari tindakan kesewenang-wenangan.
Kejahatan politik adalah salah satu bentuk kejahatan teroganisir (organized crime),
maka dengan demikian kejahatan politik dapat dilakukan oleh penguasa atau terhadap suatu
penguasa kejahatan terhadap suatu penguasa dapat didefinisikan sebagai kejahatan politik
mana kala pelakunya dianggap bertujuan terhadap pembagian kekuasaan dan previlage
dalam masyarakat.
Kejahatan politik dibedakan ke dalam 3 jenis yaitu : Kejahatan Politik Murni (Purely
Political Offence) adalah kejahatan yang semata-mata ditujukan pada ketertiban politik
suatu negara atau “an act solely directed against political order”. Kejahatan Politik
Kompleks (De Delit Complexe) adalah kejahatan yang disamping ditujukan pada ketertiban
politik, tetapi juga terhadap hak-hak pribadi dari warga negara. Kejahatan Politik Bertautan
(De Delit Connexe) adalah kejahatan itu sendiri tidak ditujukan kepada ketertiban politik
akan tetapi mempunyai hubungan erat dengan tindakan atau kejahatan lain yang ditujukan
kepada ketertiban politik.
Dalam hubungannya dengan Ekstradisi, seperti yang telah disebutkan diatas, beberapa
penggolongan untuk membatasi ruang lingkup dan substansi kejahatan politik yang
dijadikan dasar permintaan ekstradisi terdiri dari:
a. Klausula Attentat (Attentat Clause), Secara umum yang dimaksudkan dengan
Klausula Attentat adalah suatu klausula dalam pranata hukum ekstradisi yang menyatakan,
bahwa pembunuhan atau percobaan pembunuhan terhadap kepala negara atau anggota
keluarganya tidak merupakan kejahatan politik walaupun perbuatan itu sendiri mengandung
motif, maksud dan tujuan politik.
b. Kejahatan Yang Merupakan Musuh Umat Manusia (Hostis Humani Generis)
Dalam perjanjian-perjanjian ekstradisi kejahatan semacam ini secara tegas dinyatakan
sebagai bukan kejahatan politik. Dengan perkataan lain, sifat politiknya dihapuskan
sehingga si pelakunya tidak bisa berlindung dibalik kejahatan politik. Kejahatan ini terdiri
dari dua macam yaitu, Kejahatan transnasional atau transnational crime adalah kejahatan
yang mempunyai dampak lebih dari satu negara, kejahatan yang melibatkan atau
memberikan dampak terhadap warga negara lebih dari satu negara, dan sarana dan
prasarana serta metode-metode yang dipergunakan melampaui batas-batas teritorial suatu
negara dan kejahatan genosida adalah merupakan kejahatan pemusnahan secara masal atau
kelompok, ras, suku bangsa atau agama tertentu.
c. Kejahatan Militer, Jika kejahatan yang dijadikan sebagai dasar untuk meminta
ekstradisi orang yang diminta oleh negara-peminta itu adalah berkenaan dengan kejahatan
militer atau kejahatan yang berdasarkan hukum militer, maka negara-diminta harus
menolak permintaan ekstradisi tersebut. 9
Terkait dengan penolakan permintaan ekstradisi, hingga saat ini belum ada upaya
hukum yang tersedia. Namun, agar hal tersebut tidak terulang dikemudian hari dapat
dicegah dengan cara membuat perjanjian ekstradisi dengan negara-diminta. Kemudian dari
perjanjian ekstradisi ini dicantumkan secara tegas jenis-jenis kejahatan yang dapat
dijadikan dasar permintaan ekstradisi. Di dalam UU No.1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi
dalam Pasal 5 ayat 1 dan 3 menyebutkan bahwa jika suatu kejahatan tertentu oleh negara
diminta dianggap sebagai kejahatan politik, maka permintaan ekstradisi ditolak. Namun


            Terkait dengan penolakan permintaan ekstradisi, hingga saat ini belum ada upaya hukum yang tersedia. Namun agar hal tersebut tidak terulang dikemudian hari dapat dicegah dengan cara membuat perjanjian ekstradisi dengan negara yang diminta. Kemudian dari perjanjian dari ekstradisi ini dicatumkan secara tegas jenis-jenis kejahatan yang dapat dijadikan dasar permintaan ekstradisi. Di dalam undang-undang No.1 tahun 1979 tentang ekstradisi dalam pasal 5 ayat (1) dan (3) menyebutkan bahwa jika suatu kejahtan tertentu oleh negara peminta dianggap sebagai kejahatan politik, maka permintaan ekstradisi ditolak. Namun terhadap kejahatan politik, pelakunya juga dapat diekstradisi sepanjang diperjanjikan antara negara Republik Indonesia dengan negara yang bersangkutan. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...