MAKALAH HUKUM PAJAK KASUS SENGKETA PAJAK PT. ASIAN AGRI GROUP (Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Hukum Pajak Kelas A)
MAKALAH
HUKUM PAJAK
ANALISIS
KASUS SENGKETA PAJAK PT. ASIAN AGRI GROUP
(Disusun
Untuk Memenuhi Tugas Akhir Hukum Pajak Kelas A)
A.
LATAR BELAKANG
Pajak merupakan sumber penerimaan
terbesar Negara, disamping penerimaan darisumber migas dan non migas. Dengan
posisi yang sedemikian penting itu pajak merupakan penerimaan strategis
yang harus dikelola dengan baik oleh negara. Dalam struktur
keuangan Negara tugas dan fungsi penerimaan pajak dijalankan oleh
Direktorat Jenderal Pajak dibawahDepartemen Keuangan Republik Indonesia. Dari
tahun ke tahun telah banyak dilakukan berbagai kebijakan untuk meningkatkan
penerimaan pajak sebagai sumber penerimaan Negara. Kebijakan tersebut
dapat dilakukan melalui penyempurnaan undang-undang, penerbitan peraturan
perundang-undangan baru dibidang perpajakan, gunameningkatkankepatuhan wajib
pajak maupun menggali sumber hukum pajak. Pada umumnya dinegara berkembang,
penerimaan pajaknya yang terbesar berasal dari pajak tidak langsung, Hal
inidisebabkan Negara berkembang golongan berpenghasilan tinggi lebih rendah
persentasenya.namun dalam hal ini masih saja banyak terjadi pengusaha yang
menghindarkan diri dari pajak atau dalam arti lainnya melakukan
penyelewengan pajak dimana penghindaran diri dari pajak ini bisa saja di
sebut dengan pelanggaran undang undang dan resikonya dapat merugikannegara
selain itu juga masih banyak terjadi kasus penggelapan pajak yang masih bisa
lolosdari jerat hukum dan mengambang kasusnya dikarenakan aparat penegak hukum
kita tidak tegas dan sungguh-sungguh dalam menegakkan keadilan malah
berusaha menyiasati hukumdengan segala cara tidak lain tidak bukan tujuannya
adalah untuk melindungi tersangka mafia pajak. Dalam hal ini kami akan
membahas mengenai salah kasus penggelapan pajak yangdilakukan oleh PT Asian
Agri Group yang telah terungkap namun belum jelas mengenaituntutan hukum dan
proses peradilan bagi tersangkanya.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.Siapakah
Pemilik dari PT.Asian Agri Group ?
2.Berapakah
Kerugian Negara yang di derita akibat dari Penggelapan Pajak yang dilakukanOleh
PT Asian Agri Group ?
3.Bagaimana
Awal Mula Kasus Penggelapan Pajak yang dilakukan Oleh PT Asian AgriGroup hingga
Bisa Terbongkar dan Diketahui Oleh Negara ?
4.Jenis
Pajak Apa Sajakah yang di Gelapkan Oleh PT.Asian Agri Group ?
5.Bagaimana
penyelesaian Kasus Penggelapan Pajak Tersebut ?
C.
PEMBAHASAN
PT Asian Agri Group (AAG) adalah salah
satu induk usaha terbesar kedua di GrupRaja Garuda Mas, perusahaan milik
Sukanto Tanoto. Menurut majalah Forbes,
pada tahun2006 Tanoto adalah keluarga paling kaya di Indonesia, dengan kekayaan
mencapai US$ 2,8miliar (sekitar Rp 25,5 triliun). Selain PT AAG, terdapat
perusahaan lain yang berada di bawah naungan Grup Raja Garuda Mas, di
antaranya:Asia Pacific Resources International Holdings Limited(APRIL),
Indorayon, PEC-Tech, Sateri International, dan Pacific Oil &Gas.
Secara
khusus, PT AAG memiliki 200 ribu hektar lahan sawit, karet, kakao di
Indonesia,Filipina, Malaysia, dan Thailand. Di Asia, PT AAG merupakan salah
satu penghasil minyak sawit mentah terbesar, yaitu memiliki 19 pabrik yang
menghasilkan 1 juta ton minyak sawit mentah
selain tiga pabrik minyak
goreng.Terungkapnya dugaan penggelapan pajak oleh PT AAG, bermula dari aksi
VincentiusAmin Sutanto (Vincent) membobol brankas PT AAG di Bank Fortis
Singapura senilai US$3,1 juta pada tanggal 13 November 2006. Vincent saat itu
menjabat sebagai group financial controller di PT AAG yang
mengetahui seluk-beluk keuangannya. Perbuatan Vincent initerendus oleh
perusahaan dan dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Vincent diburu bahkandiancam
akan dibunuh. Vincent kabur ke Singapura sambil membawa sejumlah
dokumen penting perusahaan tersebut. Dalam pelariannya inilah terjadi
jalinan komunikasi antaraVincent dan wartawan
Tempo.
Pelarian VAS berakhir setelah pada tanggal
11 Desember 2006 ia menyerahkan dirike Polda Metro Jawa. Namun, sebelum itu,
pada tanggal 1 Desember 2006 VAS sengajadatang ke KPK untuk membeberkan
permasalahan keuangan PT AAG yang dilengkapidengan sejumlah dokumen keuangan
dan data digital.Salah satu dokumen tersebut adalah dokumen
yang berjudul “AAA-Cross Border Tax Planning (Under Pricing of Export Sales”,disusun
pada sekitar 2002. Dokumen ini memuat semua persiapantransfer pricing PT AAG secara terperinci.Modusnya
dilakukan dengan cara menjual produk minyak sawit mentah(Crude PalmOil)
keluaran
PT AAG ke perusahaan afiliasi di luar negeri dengan harga di bawah
harga pasar untuk kemudian dijual kembali ke pembeli riil dengan
harga tinggi. Dengan begitu, beban pajak di dalam negeri bisa ditekan.
Selain itu, rupanya perusahaan-perusahaan luar negeri yang menjadi rekanan
PT AA sebagian adalah perusahaan fiktif.Pembeberan Vincent ini kemudian
ditindaklanjuti oleh KPK dengan menyerahkan permasalahan tersebut ke
Direktorat Pajak karena memang permasalahan PT AAG tersebutterkait erat
dengan perpajakan.Menindaklanjuti hal tersebut, Direktur Jendral Pajak, DarminNasution,
kemudian membentuk tim khusus yang terdiri atas pemeriksa, penyidik
danintelijen. Tim ini bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan(PPATK) dan Kejaksaan Agung. Tim khusus tersebut melakukan
serangkaian penyelidikanb termasuk penggeladahan terhadap
kantor PT AAG, baik yang di Jakarta maupun di Medan.Berdasarkan hasil penyelidikan
tersebut (14 perusahaan diperiksa), ditemukan Terjadinya penggelapan pajak
yang berupa penggelapan pajak penghasilan (PPh) dan pajak pertambahan nilai
(PPN).selain itu juga “bahwa dalam tahun pajak 2002-2005, terdapat Rp 2,62
triliun penyimpangan pencatatan transaksi. Yang berupa menggelembungkan
biaya perusahaanhingga Rp 1,5 triliun. mendongkrak kerugian transaksi ekspor Rp
232 miliar. mengecilkanhasil penjualan Rp 889 miliar. Lewat modus ini, Asian
Agri diduga telah menggelapkan pajak penghasilan untuk badan usaha senilai
total Rp 2,6 triliun. Perhitungan SPT Asian Agriyang digelapkan berasal dari
SPT periode 2002-2005. Hitungan terakhir menyebutkan penggelapan pajak itu
diduga berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp 1,3 triliun.Dari
rangkaian investigasi dan penyelidikan, pada bulan Desember 2007 telah
ditetapkan 8orang tersangka, yang masing-masing berinisial ST, WT, LA, TBK, AN,
EL, LBH, dan SL.Kedelapan orang tersangka tersebut merupakan pengurus, direktur
dan penanggung jawab perusahaan. Di samping itu, pihak Depertemen Hukum dan
HAM juga telah mencekal 8orang tersangka tersebut.
Penyelesaian Kasus Asian Agri: Di Dalam atau Luar Pegadilan?
PT Asian Agri Group (AAG) diduga telah
melakukan penggelapan pajak (taxevasion) selama beberapa tahun terakhir
sehingga menimbulkan kerugian negara senilai trilyunan rupiah. Belum lagi kelar
penyidikan, berkembang wacana mengenai penyelesaiankasus itu di luar pengadilan
(out of court settlement ). Hal ini sangat menggelisahkan kalanganyang
menginginkan tegaknya hukum dan terwujudnya keadilan, tanpa pandang bulu.
Sangatironis jika para penjahat kelas teri ditangkapi, ditembaki, disidangkan,
dan dimasukkan bui,sementara itu penjahat kerah putih (white collar
criminal ) yang mengakibatkan kerugian besar pada negara justru
dibiarkan melenggang karena kekuatan kapital nya.
Celah Keluar dari Pengadilan
Meski
peraturan perundangan mengancam pelaku tindak pidana perpajakan dengansanksi
pidana penjara dan denda yang cukup berat, nyatanya masih ada celah hukum
untuk meloloskan para penggelap pajak dari ketok palu hakim di pengadilan.
Pasal 44B UU No.28/2007 membuka peluang
out of court settlement
bagi
tindak pidana di bidang perpajakan. Ketentuan itu mengatur bahwa atas permintaan
Menteri Keuangan, Jaksa Agungdapat menghentikan penyidikan. Dengan demikian,
kasus berakhir (case closed ) jika wajib pajak yang telah melakukan
kejahatan itu telah melunasi beban pajak beserta sanksiadministratif berupa
denda. Ketentuan hukum nyatanya begitu lunak dalam mengatur tindak pidana
perpajakan. Peluang out of court settlement dimungkinkan bagi segala jenis
tindak pidana perpajakan. Peluang itu tidak hanya berlaku untuk
“Perlawanan Pasif terhadap Pajak”,yaitu perlawanan yang tidak dilakukan secara
sadar atau disertai niat dari warga masyarakatuntuk merintangi aparat pajak
dalam melakukan tugasnya. Penghentian penyidikan danpenyelesaian di luar sidang
juga berlaku untuk “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” yangperbuatannya dilakukan
lewat cara-cara ilegal dan langsung ditujukan padafiskus/pemerintah.Jadi,
penyelesaian kasus tindak pidana perpajakan oleh Asian Agri Group meski
masuk
kategori “Perlawanan Aktif terhadap Pajak” sekalipun tetap dapat diselesaikan
diluar sidang pengadilan. Dengan demikian, harapan kita bergantung pada Menteri
Keuangandan Jaksa Agung sebagai pihak yang paling menentukan dalam proses
penyelesaian tindak pidana perpajakan ini.
Berujung di Pengadilan
Asian Agri
akhirnya benar-benar melayangkan surat keberatan kepada DirektoratJenderal
Pajak (DJP) terkait Surat Ketetapan Pajak (SKP) kepada 14 anak
perusahaannya.Perusahaan perkebunan sawit milik taipan Sukanto Tanoto ini
melayangkan surat keberatansetelah membayar senilai Rp 969,675 miliar atau 49%
dari total pajak terutang yaknimencapai Rp 1,95 triliun.Sedari awal Asian Agri
memang berniat banding atas penetapan SKP yang ditetapkanDJP. Namun mereka
harus terlebih dulu membayar setengah dari total utang pajak. AsianAgri
melayangkan keberatan karena menganggap SKP yang mencapai Rp 1,95 triliun
tidak sesuai, sebab melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada
2002-2005 hanya Rp 1,24triliun. Total utang pajak plus denda Asian Agri sendiri
mencapai Rp 1,959 triliun.General Manajer Grup Asian Agri, Freddy Widjaya
mengatakan, surat keberatan SKPtelah disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak
tempat wajib pajak terdaftar. "Sesuai dengan jangka waktu tiga bulan
sejak tanggal penerbitan SKP." ujarnya kepada KONTAN di Jakarta,Rabu
(4/9).
Direktur
Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas DJP, Kismamtoro Petrus mengakui telahmenerima
surat keberatan Asian Agri pada 28 Agustus 2013. DJP wajib memberikankeputusan
atas keberatan itu paling lambat dua belas bulan.Meski keberatan, Asian Agri
tetap harus membayar sisa utang pajak seperti dalamSKP. Jika Asian Agri tidak
melunasi seluruh tagihan SKP setelah jatuh tempo, DJP dapatmelakukan penagihan
aktif berupa teguran, penerbitan surat paksa, penyitaan dan
blokir rekening hingga pelelangan aset.
D.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil kasus analisis diatas apabila sudah terjadi suatu kasus
sengketa pajak antara Wajib Pajak dengan Fiskus, maka otomatis Wajib Pajak
mempunyai Hak danKewajiban dalam menangani sengketa pajak tersebut. Hak dari
Wajib Pajak sendiri ialahdapat mengajukan keberatan kepada Surat Keputusan
Pajak yang dibuat oleh DJP sesuai pasal 25 UU no 28 tahun 2007, serta
dapat mengajukan banding ke Peradilan Pajak apabilatidak puas dengan Surat
Ketetapan Pajak yang dijatuhkan oleh Fiskus sesuai pasal 27 UU no28 tahun 2007.
Namun yang menjadi kewajiban Wajib Pajak sebelum mengajukan keberatanmaupun
banding ialah Wajib Pajak terlebih dahulu harus melunasi pajak yang disetujui
dalamkeputusan keberatan maupun banding tersebut.Dalam kasus sengketa pajak
Asian Agri, dijelaskan bahwa Asian Agri melakukan penggelapan pajak yang
mengarah kepada kerugian negara. Maka dari itu Peradilan Pajak dituntut
untuk bijaksana dalam menyelidiki dan menyelesaikan permasalahan kasus tersebut
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Komentar
Posting Komentar