Langsung ke konten utama

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)

ZONA EKONOMI EKSKLUSIF (ZEE)
Perkembangan zona ekonomi eksklusif (exclusive economic zone) mencerminkan kebiasaan internasional (international customs) yang diterima menjadi hukum kebiasaan internasional (customary international law) karena sudah terpenuhi dua syarat penting, yaitu praktik negara-negara (state practice) dan opinio juris sive necessitatis. Zona ekonomi eksklusif bagi negara berkembang seperti Indonesia adalah vital karena di dalamnya terdapat kekayaan sumber daya alam hayati dan nonhayati, sehingga mempuyai peranan sangat penting bagi pembangunan ekonomi bangsa dan negara.[1]
Di dunia ini ada 15 negara yang mempunyai leading exclusive economic zone, yaitu Amerika Serikat, Prancis, Indonesia, Selandia Baru, Australia, Rusia, Jepang, Brasil, Kanada, Meksiko, Kiribati, Papua Nugini, Chili, Norwegia, dan India. Indonesia beruntung sekali termasuk 1 dari 15 negara yang mempunyai zona ekonomi eksklusif sangat luas bahkan termasuk tiga besar setelah Amerika Serikat dan Prancis, yaitu sekitar 1.577.300 square nautical miles.[2] Dengan status Indonesia yang memiliki zona ekonomi eksklusif seperti itu, sudah seharusnya Indonesia menjadi negara yang subur, makmur, sejahtera, tetapi bukti menunjukkan sebaliknya, sehingga harus dicarikan solusinya.
Zona ekonomi eksklusif suatu negara sudah diatur secara lengkap oleh Konvensi Hukum Laut 1982 yang terdapat dalam Pasal 55-75 Konvensi.


1.    Konsep ZEE menurut Konvensi Hukum Laut 1982
            Konvensi Hukum Laut 1982 telah mengatur secara lengkap tentang zona ekonomi eksklusif yang mempunyai sifat sui generis atau specific legal regime, seperti yang terdapat dalam Pasal 55-75. Pasal 55 Konvensi berbunyi sebagai berikut:
‘’The exclusive economic zone is an area beyond and adjacent to the territorial sea, subject to the specific legal regime established in this Part, under which the rights and jurisdiction of the coastal State and the rights and freedoms of other States are governed by the relevant provisions of this Convention.[3]

Zona ekonomi eksklusif adalah daerah di luar dan berdamping dengan laut territorial yang tunduk pada rejim hukum khusus di mana terdapat hak-hak dan jurisdiksi Negara pantai, hak dan kebebasan Negara lain yang diatur oleh Konvensi. Lebar zona ekonomi eksklusif bagi setiap Negara pantai adalah 200 mil sebagaimana ditegaskan oleh Pasal 57 Konvensi yang berbunyi :
‘’the exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured.[4]

Artinya bahwa zona ekonomi eksklusif tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal di mana laut territorial diukur.
Indonesia mempunyai hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban di zona ekonomi eksklusif karena sudah terikat oleh Konvensi Hukum Laut 1985 dengan UU No. 17/1985. Hak-hak, jurisdiksi, dan kewajiban Indonesia pada Konvensi tersebut sudah ditentukan oleh Pasal 56 yang berbunyi sebagai berikut :
1. In the exclusive economic zone, the coastal State has:
(a) sovereign rights for the purpose of exploring and exploiting, conserving and managing the natural resources, whether living or non-living, of the waters superjacent to the seabed and of the seabed and its subsoil, and with regard to other activities for the economic exploitation and exploration of the zone, such as the production of energy from the water, currents and winds;
(b) jurisdiction as provided for in the relevant provisions of this Convention with regard to:
(i) the establishment and use of artificial islands, installations and structures;
(ii) marine scientific research;
(iii) the protection and preservation of the marine environment;
2. In exercising its rights and performing its duties under this Convention in the exclusive economic zone, the coastal State shall have due regard to the rights and duties of other States and shall act in a manner compatible with the provisions of this Convention.[5]

Di zona ekonomi eksklusif setiap Negara pantai mempunyai hak berdaulat untuk tujuan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan mengelola sumber daya alam baik hayati maupun nonhayati di perairannya, dasar laut dan tanah di bawahnya serta untuk keperluan ekonomi di zona tersebut seperti produksi energi dari air, arus, dan angin. Sedangkan jurisdiksi Indonesia di zona itu adalah jurisdiksi membuat dan meng- gunakan pulau buatan, instalasi, dan bangunan, riset ilmiah kelautan, perlindungan dan pelestarian lingkungan laut. Dalam melaksanakan hak berdaulat dan jurisdiksinya di zona ekonomi eksklusif itu, Indonesia harus memperhatikan hak dan kewajiban Negara lain. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah kewajiban menetapkan batas-batas zona ekonomi eksklusif Indonesia dengan negara tetangga berdasarkan perjanjian, pembuatan peta dan koordinat geografis serta menyampaikan salinannya ke Sekretaris Jenderal PBB.[6]
            Hak dan kewajiban negara lain di zona ekonomi eksklusif diatur oleh Pasal 58 Konvensi Hukum Laut 1982, yaitu sebagai berikut :
1. In the exclusive economic zone, all States, whether coastal or land-locked, enjoy, subject to the relevant provisions of this Convention, the freedoms referred to in article 87 of navigation and overflight and of the laying of submarine cables and pipelines, and other internationally lawful uses of the sea related to these freedoms, such as those associated with the operation of ships, aircraft and submarine cables and pipelines, and compatible with the other provisions of this Convention.
2. Articles 88 to 115 and other pertinent rules of international law apply to the exclusive economic zone in so far as they are not incompatible with this Part.
3. In exercising their rights and performing their duties under this Convention in the exclusive economic zone, States shall have due regard to the rights and duties of the coastal State and shall comply with the laws and regulations adopted by the coastal State in accordance with the provisions of this Convention and other rules of international law in so far as they are not incompatible with this Part.[7]

Di zona ekonomi eksklusif , semua Negara baik Negara pantai maupun tidak berpantai mempunyai hak kebebasan pelayaran dan penerbangan, kebebasan memasang kabel dan pipa bawah laut dan penggunaan sah lainnya menurut hukum internasional dan Konvensi Hukum Laut 1982. Dalam melaksanakan hak-hak dan kebebasan tersebut, Negara lain harus menghormati peraturan perundang-undangan  sebagai negara pantai yang mempunyai zona ekonomi eksklusif tersebut.[8]
Indonesia sudah mengadopsi ketentuan zona ekonomi eksklusif sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 55-75 Konvensi Hukum Laut 1982. Ketentuan tersebut terdapat dalam implementing legislation, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia, serta kewajiban-kewajiban yang sudah dilakukan oleh Indonesia yaitu: Undang-Undang No 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia, Undang-Undang 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konse   rvasi Sumber daya Hayati dan Ekosistemnya, Undang-Undang 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1984 tentang Penggunaan Sumber Daya Alam di Zona Ekonomi Eksklusif. Namun Indonesia belum menetapkan batas terluar ZEE Indonesia dalam suatu peta yang disertai koordinat dari titik - titiknya dan belum melakukan perjanjian bilateral mengenai zee dengan negara tetangga seperti: India, Thailand, Malaysia, Vietnam, Fhilipina, Papau, Papua Nugini dan Timor Leste.[9]
Dengan adanya aturan zona ekonomi eksklusif dalam Konvensi Hukum Laut 1982 yang memberikan hak berdaulat dan jurisdiksi kepada negara pantai itu menunjukkan kehebatan perjuangan Indonesia di bidang hukum laut tersebut selain adanya Deklarasi Djuanda 1957, karena Konvensi belum dinyatakan berlaku, Indonesia sudah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang mengadopsi ketentuan Konvensi tersebut. Konvensi Hukum Laut 1982 mulai berlaku tanggal 16 November 1994 yang berarti jauh sebelum berlaku, Indonesia sudah mengimplementasikan- nya ke dalam hukum nasionalnya. Persoalannya adalah sejauhmana Indonesia memanfaat- kan kekayaan sumber daya alam di ZEE Indonesia tersebut dan penegakan hukumnya.
             Menurut Pasal 13 Undang-Undang No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang menyatakan bahwa:
dalam rangka melaksanakan hak berdaulat dan jurisdiksinya itu, aparatur penegak hukum dapat mengambil tindakan penegakan hukum sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”.

Oleh karena itu, untuk menjaga dan memanfaatkan kekayaan sumber daya alam di ZEE Indonesia itu, Indonesia harus mempunyai kekuatan armada laut yang dapat diandalkan, sehingga kekayaan di zona itu tidak diambil oleh kapal-kapal asing. [10]



[1] Agoes, Etty R,. Konvensi Hukum Laut PBB 1982 dan Masalah Peraturan Hak Lintas Kapal Asing”, Disertasi, Bandung, 1959 hal 69
[2] R.R. Churchill and A.V. Lowe, the Law of the Sea, third edition, Juris Publishing, Machester University Press, 1999, hlm. 178. .
[3] Konvensi Hukum Laut 1982 Pasal 55
[4] Ibid, Pasal 57 ‘’the exclusive economic zone shall not extend beyond 200 nautical miles from the baselines from which the breadth of the territorial sea is measured.
[5] Opcit
[6] Thontowi, Jawahir dan Pranoto Iskandar. 2006. Hukum Internasional hal. 65
[7] Konvensi Hukum Laut PBB Tahun 1982. Pasal 56
[8] Wisnumurti, Nugroho, Pengaruh Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1982  Terhadap Politik Luar Negeri Indonesia, TASKAP khusus Regular Angkatan ke-XXI Lembaga Pertahanan Nasional, 1985. Hal.37
[9] Laporan Direktorat Kelembangaan Internasional – Departemen Kelautan dan Perikanan, 2003 dengan perubahan dan penyesuaian
[10] Mauna, Boer, Hukum Internasional ( Pengertian Peranan dan Fungsi dalam Era Dinamika Global), Bandung: PT Alumni, 2005 hal. 57

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...