Definisi Keuangan
Negara Menurut Konstitusi dan Undang-Undang
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait defenisi keuangan negara;
1. Definisi keuangan negara tidak dimuat secara
tegas di dalam ketentuan Pasal 23 UUD 1945, sehingga untuk memahami konteks keuangan
negara di dalam Pasal 23 UUD 1945 perlu melihat dari penafsiran-penafsiran
pendapat ahli.
Pada intinya, konteks keuangan negara dalam
ketentuan Pasal 23 UUD 1945 dapat dibagi di dalam 2 (dua) periode yaitu: 1.
Periode Pra Amandemen III UUD 1945 dan 2. Periode Pasca Amandemen III UUD 1945.
Dalam Periode Pra Amandemen III UUD 1945,
pengertian keuangan negara hanya ditafsirkan secara sempit yaitu terbatas pada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (“APBN”). Hal ini dipertegas oleh
pendapat Jimly Asshiddiqie(Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara,
Jakarta, Konstitusi Press 2005) yang mengatakan:
“Pengertian anggaran pendapatan dan
belanja yang dimaksud dalam UUD 1945 hanya Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) di tingkat pusat, sehingga tidak tercakup Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang sama sekali tidak berkaitan dengan
tugas dan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan”.
Sedangkan, dalam Periode Pasca Amandemen III
UUD 1945 pengertian keuangan
negara tidak hanya sebatas pada APBN tetapi juga termasuk pada pengertian
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Arifin P. Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum; Teori, Praktik, dan Kritik, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005).
Hal ini dikaitkan dengan terjadinya perubahan struktur organisasi dan
kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (“BPK”), di mana dalam Pasal 23 UUD 1945
hasil pemeriksaan keuangan oleh BPK selain diserahkan kepada DPR (APBN) juga kepada DPD dan DPRD
(APBD) sesuai dengan kewenangannya.
Selanjutnya dalam Pasal 2 UU No. 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara (“UU 17/2003”) dinyatakan bahwa keuangan negara meliputi:
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan
dan mengedarkan uang, dan melakukan pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan
umum pemerintahan negara dan membayar tagihan pihak ketiga;
c. penerimaan negara;
d. pengeluaran negara;
e. penerimaan daerah;
f. pengeluaran daerah;
g. kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola
sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang barang, serta
hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan
pada perusahaan negara/perusahaan daerah;
h. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh
pemerintah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan dan/atau kepentingan
umum;
i. kekayaan pihak lain yang diperoleh dengan
menggunakan fasilitas yang diberikan pemerintah”
Lebih lanjut, Pasal 3 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2004
tentang Pemeriksaan dan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (“UU 15/2004”)menyatakan bahwa pemeriksaan oleh BPK mencakup
seluruh unsur keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 UU 17/2003. Ini berarti objek pemeriksaan keuangan negara
tidak hanya sebatas APBN dan APBD saja, melainkan juga meliputi Badan Usaha
Milik Negara (“BUMN”) dan Badan Usaha Milik Daerah (“BUMD”) yang membawa
konsekuensi pengertian keuangan negara meliputi APBN, APBD, BUMN dan BUMD.
Jika dikaitkan dengan Pasal 23 UUD 1945, maka
definisi keuangan negara dalam UU 17/2003 dan UU 15/2004 tidaklah tepat. Karena Pasal 23 UUD 1945 mendefinisikan
keuangan negara hanyalah sebatas APBN dan APBD, sedangkan menurut UU 17/2003
dan UU 15/2004 juga meliputi BUMN dan BUMD.
2. Sejauh yang Saya ketahui, sampai saat ini
belum pernah dilakukan Uji Materi kepada Mahkamah Konstitusi terkait dengan isu
tersebut.
3. Rekomendasi sumber-sumber yang dapat dijadikan
rujukan sehubungan dengan teori keuangan negara:
a. Arifin P. Soeria Atmadja, 2005, Keuangan Negara dalam Perspektif Hukum; Teori, Praktik dan
Kritik, Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia;
b. Jimly Asshiddiqie, 2005, Sengketa Kewenangan Antarlembaga Negara, Jakarta: Konstitusi Press;
c. Alfin Sulaiman, 2011, Keuangan Negara Pada Badan Usaha Milik Negara Dalam Perspektif
Hukum, Jakarta: Alumni
4. Secara garis besar skema pengelolaan keuangan
negara dapat dijabarkan sebagai berikut:
Berdasarkan ketentuan Pasal 6 UU 17/2003, Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang
kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan
pemerintahan yang selanjutnya:
a. dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku
pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang
dipisahkan;
b. dikuasakan kepada menteri/pimpinan lembaga
selaku Pengguna Anggaran/Pengguna Barang kementerian negara/lembaga yang
dipimpinnya;
c. diserahkan kepada gubernur/bupati/walikota
selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili
pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan.
d. tidak termasuk kewenangan di bidang moneter,
yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang, yang diatur dengan
undang-undang.
Sebagai pemegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara, pemerintah memiliki aparat pengawas lembaga/badan/unit yang
ada di dalam tubuh pemerintah yang mempunyai tugas dan fungsi melakukan
pengawasan yang sering dikenal dengan Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP)
yang terdiri atas (1) Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dan (2)
Inspektorat Jenderal.
Selain itu Pasal 23 E UUD 1945 mengatakan bahwa dalam rangka memeriksa pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan (BPKP) yang bebas
dan mandiri.
Dasar hukum:
Komentar
Posting Komentar