Langsung ke konten utama

Peninjauan Kembali Dalam Perkara Perdata



Peninjauan Kembali Dalam Perkara Perdata


1.      Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan satu kali.
2.      Permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan pengadilan.
3.      Permohonan peninjauan kembali dapat dicabut selama belum diputus, dan dalam hal sudah dicabut, maka permohonan PK tersebut tidak dapat diajukan kembali.
4.      Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh pihak yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara khusus dikuasakan untuk itu.
5.      Permohonan PK diajukan kepada Mahkamah Agung (MA) melalui Ketua PN yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
6.      Peninjauan Kembali dapat diajukan dalam waktu 180 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap atau sejak ditemukan adanya bukti-bukti baru.
7.      Pernyataan peninjauan kembali dapat diterima apabila panjar perkara yang ditaksir dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) oleh meja pertama Urusan Kepaniteraan Perdata telah dibayar lunas.
8.      Dalam menaksir biaya peninjauan kembali tersebut, ditentukan berdasarkan besarnya biaya peninjauan kembali yang ditentukan oleh Ketua Mahkamah Agung RI dan ongkos pemberitahuan berupa:
·         Pemberitahuan pernyataan peninjauan kembali dan alasan peninjauan kembali;
·         Pemberitahuan jawaban atas permohonan peninjauan kembali;
·         Pemberitahuan penyampaian salinan putusan; dan
·         Pemberitahuan bunyi putusan.
9.      Apabila PK telah dibayar lunas, maka panitera Pengadilan Negeri wajib membuat akta PK dan mencatat permohonan tersebut ke dalam register induk perkara perdata dan register perkara perdata PK.
10.  Dalam waktu selambat-lambatnya 14 hari, panitera wajib memberitahukan tentang permohonan PK kepada pihak lawan dengan memberikan/mengirimkan salinan permohonan PK beserta alasan-alasannya.
11.  Jawaban/tanggapan atas alasan PK diajukan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari sejak alasan PK tersebut diterima. Jawaban/tanggapan tersebut disampaikan di kepaniteraan untuk disampaikan kepada pihak lawan.
12.  Jawaban/tanggapan tersebut dibubuhi hari dan tanggal penerimaan yang dinyatakan di atas surat jawaban tersebut di Kepaniteraan Pengadilan Negeri. Setelah itu, dalam waktu 30 hari setelah menerima jawaban berkas perkara PK berupa bundel A dan B harus dikirim ke MA.
13.  Bundel A merupakan himpunan surat-surat yang diawali dengan surat gugatan dan semua kegiatan/proses penyidangan/pemeriksaan perkara dan selalu disimpan di Pengadilan Negeri, yang mana bundel A tersebut isinya sama seperti bundel A perkara banding dan kasasi. Sedangkan bundel B merupakan himpunan surat-surat perkara yang diawali dengan permohonan pernyataan banding, kasasi, dan PK serta semua kegiatan berkenaan dengan adanya PK.
14.  Bundel B untuk perkara PK terdiri atas:
·         Relaas pemberitahuan isi putusan MA;
·         Akta permohonan PK;
·         Surat Permohonan PK, dilampiri dengan surat bukti;
·         Tanda terima surat permohonan PK;
·         Surat Kuasa Khusus (jika ada);
·         Surat Pemberitahuan dan Penyerahan Salinan PK kepada pihak lawan;
·         Jawaban Surat permohonan PK;
·         Salinan Putusan PN;
·         Salinan Putusan PT;
·         Salinan Putusan MA;
·         Tanda Bukti setor biaya dari Bank; dan
·         Surat-surat lain yang sekiranya dan diperlukan.
15.  Mahkamah Agung (MA) memutus permohonan peninjauan kembali pada tingkat pertama dan terakhir.








B.     ALASAN-ALASAN DIAJUKANNYA PERMOHONAN PK
Pada dasarnya PK dapat diajukan secara tertulis atau apabila pemohon tidak dapat menulis diajukan dengan lisan dan menyebut alasan-alasannya yang dijadikan dasar-dasar permohonan dan dimasukan di Kepaniteraan PN yang memutus perkara dalam tingkat pertama.
Alasan-alasan PK terhadap putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap adalah:
1.      Apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan, atau tipu muslihat pihak lain yang diketahui setelah perkara diputus, atau didasarkan bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak diketahui adanya kebohongan, tipu muslihat atau sejak putusan hakim pidana telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
2.      Apabila setelah perkara diputus ditemukan surat-surat bukti yang bersifat menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan. Aspek ini lazim disebut dengan istilah Novum. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak ditemukannya Novum di mana hari dan tanggal ditemukan Novum di buat di bawah sumpah serta disahkan pejabat berwenang. Dapat dilihat pada Putusan MA No.34 PK/Pdt/1984 tanggal 2 Oktober 1984.
3.      Apabila telah dikabulkan mengenai sesuatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada yang dituntut. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara. Dapat dilihat pada Putusan Mahkamah Agung No. 146 PK/Pdt/986 tanggal 23 Januari 1987.
4.      Apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa dipertimbangkan sebab-sebabnya. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, serta telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
5.      Putusan bertentangan antara satu dengan lainnya, dalam hal ini terdapat hal-hal dimana pihak-pihak yang sama, mengenai hal yang sama, atas dasar yang sama, oleh pengadilan yang sama, atau sama tingkatnya. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak sejak putusan terakhir yang bertentangan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap dan diberitahukan kepada pihak yang berperkara. Dapat dilihat pada Putusan MA No. 78 PK/Pdt/1984 tanggal 9 April 1987.
6.      Apabila dari suatu putusan terdapat suatu kekhilafan hakim atau suatu kekeliruan yang nyata. PK dengan berdasarkan alasan ini diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap, serta telah diberitahukan kepada pihak yang berperkara. Dapat dilihat pada Putusan MA Nomor 167 PK/Pdt/1991 tanggal 19 April 1994.

C.     TATA CARA PEMERIKSAAN PK
1.      Setelah perkara PK diterima Direktorat Perdata MA, maka berkas PK tersebut diteliti dan ditelaah oleh Hakim Tinggi Raportir pada MA untuk mengetahui kelengkapan formalnya.
2.      Apabila kelengkapan formal ini tidak terpenuhi, seperti terlambat mengajukan, atau tanpa surat kuasa/surat kuasa tidak khusus, maka akan menyebabkan permohonan PK tersebut tidak dapat diterima.
3.      Kemudian setelah Hakim Tinggi Raportir menerima berkas perkara perdata PK lalu dikembalikan kepada Direktorat Perdata dengan model B.B. kemudian dicatat dalam buku penerima berkas Hakim Tinggi Raportir. Setelah itu dibuat resume perkara, usul pendapat Hakim Tinggi Raportir dan Net konsep putusan.
4.      Kemudian berkas perkara PK tersebut diteruskan oleh Direktur Perdata kepada Ketua MA atau Ketua Muda MA yang mendapat wewenang, untuk ditetapkan team yang akan memeriksa dan mengadili perkara tersebut, dan dalam waktu 1 bulan Direktur Perdata sudah mengirim kembali berkas perkara PK kepada Hakim Tinggi Raportoir.
5.      Kemudian Hakim Tinggi Raportoir segera menyerahkan berkas perkara PK kepada Ketua Tim, yang dilengkapi dengan resume dan Pendapat Hakim Tinggi Raportir serta penetapan Majelis Hakim untuk mengadili perkara itu, dan setelah ketua Tim menunjuk Majelis Hakim maka Hakim Tinggi Raportir menghubungi ketua Majelis untuk menetapkan hari sidang perkara tersebut.
6.      Apabila diperlukan, maka MA berwenang memerintahkan Pengadilan Negeri yang memeriksa perkara dalam tingkat pertama atau tingkat banding mengadakan pemeriksaan tambahan atau meminta segala keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan tersebut dan kemudian setelah melaksanakan perintah MA maka PN/PT segera mengirimkan berita acara pemeriksaan tambahan serta pertimbangan kepada MA.







D.     PUTUSAN PERADILAN PK
1.      Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK tidak dapat diterima.
Dapat Terjadi karena Pengajuan PK tidak memenuhi syarat formal seperti:
·         Pemohon terlambat mengajukan PK,
·         permohonan PK tanpa adanya surat kuasa/surat kuasa tidak khusus dibuat untuk PK, atau
·         Dikarenakan PK diajukan untuk kedua kalinya, serta
PK dimohonkan terhadap putusan pengadilan yang belum mempunyai kekuatan kekuatan hukum tetap.
2.      Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK ditolak.
Terjadi apabila MA berpendapat bahwa permohonan PK yang diajukan tidak beralasan. Alasan ini dapat dikarenakan permohonan PK tidak didukung oleh fakta atau keadaan yang merupakan alasan dan menjadi dasar permohonan PK, atau dapat pula dikarenakan alasan-alasan permohonan PK tidak sesuai dengan alasan-alasan yang ditetapkan secara limitatif oleh UU.
3.      Putusan yang menyatakan bahwa permohonan PK dikabulkan.
Terjadi apabila Mahkamah Agung membenarkan alasan-alasan permohonan PK karena sesuai dengan ketentuan pasal 67 UU MA. Dalam hal MA mengabulkan permohonan PK maka MA akan membatalkan putusan yang dimohonkan PK tersebut dan selanjutnya memeriksa dan memutus sendiri perkaranya.


































DAFTAR PUSTAKA
Isnaini, Mohamad. 1974. Administrasi Perkara Perdata. Naskah KuliahVB. Panitia Penataran Panitera                 Pengadilan Negeri pada Pengadilan Tinggi, Semarang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...