UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING REVISING THE SEAFARERS' IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958 (KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958)
UNDANG-UNDANG
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING
REVISING THE SEAFARERS' IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958
(KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN
DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING
REVISING THE SEAFARERS' IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958
(KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN
DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a. bahwa Indonesia
sebagai negara pengirim tenaga kerja pelaut dengan jumlah yang besar perlu
memberikan perlindungan kepada tenaga kerja pelaut Indonesia, karena dalam
pelaksanaan tugasnya tenaga kerja pelaut dihadapkan pada risiko persaingan
dengan pelaut asing, mobilitas dan ancaman keamanan terhadap keselamatan
pelaut;
b. bahwa untuk melindungi tenaga
kerja pelaut Indonesia, yang bekerja di kapal-kapal berbendera asing maupun
Indonesia dalam memberikan kemudahan untuk dapat ijin turun ke darat (landing
shore pass) diperlukan suatu bentuk kartu atau dokumen identitas pelaut
sesuai dengan standar Internasional;
c. bahwa ILO Convention No. 185
concerning Revising The Seafarers' Identity Documents Convention, 1958
(Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut,
1958) telah diadopsi dalam Konferensi Ketenagakerjaan Internasional kesembilan
puluh satu tanggal 19 Juni 2003 di Jenewa, Swiss;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan
sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c, perlu mengesahkan ILO
Convention No. 185 concerning Revising The Seafarers' Identity Documents
Convention (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen
Identitas Pelaut) dengan Undang-undang;
Mengingat: 1. Pasal 5
ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, dan Pasal 27 ayat (1) dan
ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang No. 24 Tahun 2000
tentang Perjanjian Internasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2000, Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4012);
Dengan
Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG
TENTANG PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING REVISING SEAFARERS'
IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION,1958 (KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI
PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958).
Pasal 1
Mengesahkan ILO Convention No. 185 concerning Revising
Seafarers' Identity Documents Convention, 1958 (Konvensi ILO No. 185
mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958) yang salinan naskah
aslinya dalam bahasa Inggris dan terjemahannya dalam bahasa Indonesia
sebagaimana terlampir dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
Undang-Undang ini.
Pasal 2
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
pada tanggal 4 Januari 2008
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 1.
pada tanggal 4 Januari 2008
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
REPUBLIK INDONESIA,
ANDI MATTALATTA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008 NOMOR 1.
PENJELASAN
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING
REVISING THE SEAFARERS' IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958
(KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958)
ATAS
RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2008
TENTANG
PENGESAHAN ILO CONVENTION NO. 185 CONCERNING
REVISING THE SEAFARERS' IDENTITY DOCUMENTS CONVENTION, 1958
(KONVENSI ILO NO. 185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958)
I. UMUM
Kompetensi dan tugas dari International
Labour Organization (ILO) adalah membuat, mengembangkan dan mengadopsi
standar-standar ketenagakerjaan internasional.
Salah satu standar tersebut adalah
Konvensi ILO No. 108 mengenai The Seafarers Identity Documents (SID)
yang diadopsi oleh ILO pada tanggal 13 Mei 1958 dan mulai berlaku secara
internasional pada tanggal 19 Februari 1961. SID ini berbentuk buku
sehingga kemudian disebut Seaman Book yang kelemahan utamanya adalah
tidak dilengkapi dengan standar biometrik.
Dokumen identitas pelaut di atas
sulit diverifikasi karena teknologi biometrik belum berkembang sehingga
Organisasi Konsultatif Maritim Internasional (IMeO sekarang IMO) menerbitkan
Konvensi "the Facilitation of International Maritime Traffic, 1965, as
amended" yang isinya menetapkan bahwa kru kapal harus diperbolehkan
turun ke darat oleh pejabat yang berwenang manakala kapalnya berada di
pelabuhan dan persyaratan masuk ke pelabuhan sudah dipenuhi oleh pihak kapal.
Pejabat yang berwenang tidak memiliki alasan untuk menolak permintaan izin
turun ke darat untuk keperluan kesehatan, keselamatan atau keamanan.
Selain itu, pada paragraf 11 dari
preambul International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code and SOLAS
Amendments 2002 dinyatakan bahwa pemerintah dari suatu negara ketika
mensahkan bagan keamanan kapal dan fasilitas pelabuhan, harus memperhatikan
kenyataan bahwa pelaut hidup dan bekerja di kapal, dan butuh turun ke darat
serta akses ke fasilitas penunjang kesejahteraan pelaut termasuk perawatan
kesehatan.
Namun setelah terjadi tragedi pada
tanggal 11 September 2001 di New York, Amerika Serikat, sungguhpun PBB telah
menerbitkan General Assembly Resolution A/RES/57/219 tentang
"Perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam memerangi
terorisme", beberapa negara untuk keperluan perlindungan keamanan
nasionalnya telah menetapkan kebijakan penerbitan visa kerja yang sangat ketat,
dan larangan turun ke darat bagi pelaut asing yang memasuki pelabuhannya, serta
pengawasan 24 (dua puluh empat) jam terhadap pelaut yang dilakukan oleh tenaga
keamanan setempat. Sejak saat itu, pelaut Indonesia mengalami tantangan yang
lebih berat dalam menjalani profesinya.
Untuk menghadapi tantangan tersebut,
pelaut perlu dilindungi dengan dokumen identitas pelaut yang dilengkapi dengan
data biometrik sehingga dapat membuktikan bahwa dia memang pelaut yang bukan
teroris dan tidak terlibat aksi terorisme.
Dokumen identitas pelaut yang
menerapkan standar peralatan sistem teknologi informasi yang berbasis pada ILO
SID 0002 biometric fingerprint standard dengan template PDF 417
barcode, diatur dalam Konvensi ILO No. 185 tentang Konvensi Perubahan
Dokumen Identitas Pelaut, 1958 yang telah diadopsi ILO pada tanggal 19 Juni
2003 dan mulai berlaku secara internasional sejak tanggal 9 Februari 2005.
Indonesia sebagai negara anggota
ILO, telah meratifikasi beberapa konvensi ILO dalam rangka penerapan
standar-standar internasional dan perlindungan bagi tenaga kerja Indonesia.
ILO Convention No. 185 concerning
Revising Seafarers' Identity Document Convention, 1958 (Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen
Identitas Pelaut, 1958) merupakan salah satu instrumen yang memberikan
perlindungan dan kemudahan bagi tenaga kerja pelaut dalam menjalankan
profesinya dengan menggunakan identitas diri pelaut yang berstandar
internasional.
Selain itu, sesuai dengan Pasal 77
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang menyatakan bahwa "setiap Calon Tenaga
Kerja Indonesia/Tenaga Kerja Indonesia mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan" dan mengingat
tenaga kerja pelaut merupakan bagian dari Tenaga Kerja Indonesia, maka para
tenaga kerja pelaut ini wajib dilindungi yang dalam hal ini dokumen identitas
pelaut merupakan bentuk lain dari Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN) khusus
untuk pelaut yang dikeluarkan oleh Pemerintah sesuai dengan Pasal 62
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004.
Berdasarkan pertimbangan sebagaimana
tersebut di atas, maka Indonesia perlu meratifikasi Konvensi ILO No. 185
mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958.
II. POKOK-POKOK PIKIRAN YANG MENDORONG LAHIRNYA KONVENSI
1. Peristiwa tragis tanggal 11
September 2001 berupa serangan teroris yang menghancurkan menara kembar World
Trade Center (WTC) di Amerika Serikat, telah mengubah pandangan dunia
terhadap rumusan tindakan anti teroris untuk melawan aksi terorisme global.
Sejak saat itu, definisi ancaman potensial teroris berkembang sehingga pelaut
dimasukkan ke dalam kelompok personel yang memiliki potensi untuk melakukan
aksi terorisme internasional.
2. Merespon peristiwa di atas, pada
sesi ke-22 Assembly dari International Maritime Organization
(IMO) di bulan November 2001 telah secara mutlak menyetujui pengembangan
tindakan pengamanan kapal dan fasilitas pelabuhan untuk diadopsi oleh
konferensi negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi Internasional Safety
of Life at Sea (SOLAS) 1974. Kemudian pada tanggal 12 Desember 2002,
Konferensi Diplomatik yang dilaksanakan oleh Maritime Safety Committee
dari IMO mengadopsi amandemen Konvensi Internasional SOLAS yang dikenal dengan
sebutan International Ship and Port Facility Security (ISPS) Code, 2002.
3. Konvensi Internasional SOLAS 1974
diratifikasi oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tanggal 17 Desember 1980
dengan Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980.
4. Dalam penerapan ISPS Code selanjutnya,
istilah keamanan maritim (maritime security) bukan hanya meliputi
ancaman terorisme, namun mencakup pencurian, perompakan bersenjata,
penyelundupan obat bius dan senjata api, imigran ilegal dan pencari suaka.
Dengan demikian pelaut diduga berpotensi untuk menjadi pelaku ancaman ini
sehingga beberapa negara mengeluarkan aturan keamanan nasional yang sangat
ketat dan bersifat diskriminatif.
5. Pada ISPS Code resolusi 8 (Enhancement
of security in co-operation with the International Labour Organization)
dinyatakan bahwa pengembangan dan penggunaan dokumen identitas pelaut yang
dapat diverifikasi akan secara positif memberi kontribusi kepada upaya
internasional dalam menjamin keamanan transportasi laut.
6. Guna meningkatkan keamanan
transportasi laut di samping melindungi hak pelaut dan menghindari
diskriminasi, Governing Body ILO dalam Sidang Internasonal Perburuhan ke 93,
tanggal 19 Juni 2003 mengadopsi Convention 185 "the Seafarers' Identity
Documents Convention (Revised), 2003" yang selanjutnya disebut sebagai
Konvensi ILO No. 185.
III. ALASAN INDONESIA MENGESAHKAN KONVENSI
1. Indonesia merupakan salah satu
negara penyedia tenaga kerja pelaut dan sebagai negara pengirim pelaut yang
besar di dunia ke pasar kerja internasional.
2. Pelaut Indonesia merupakan tenaga
kerja yang mampu dan potensial menjadi pemasok devisa negara yang besar.
3. Dengan meningkatnya jumlah pelaut
Indonesia yang melakukan pekerjaan di pasar kerja internasional perlu
mendapatkan perlindungan, karena dalam melaksanakan tugasnya tenaga kerja
pelaut dihadapkan pada resiko persaingan dengan pelaut asing, mobilitas dan
ancaman keamanan terhadap keselamatan pelaut.
4. Daya saing tenaga kerja pelaut
Indonesia dapat merosot karena ada organisasi internasional yang menempatkan
perairan Indonesia sebagai kawasan yang rawan (marine hot spot) dan ada
negara asing yang menempatkan pelaut Indonesia sebagai kru berisiko tinggi (highrisk
crew member). Kondisi tersebut juga dapat menyebabkan perusahaan pelayaran
harus mengeluarkan biaya keamanan tambahan yang mahal untuk mempekerjakan
tenaga kerja pelaut Indonesia.
5. Guna mempertahankan daya saing
dan melindungi hak-hak warga negara yang berprofesi sebagai pelaut di negara
lain, Indonesia perlu meratifikasi Konvensi ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan
Dokumen Identitas Pelaut, 1958.
IV. POKOK-POKOK ISI KONVENSI ILO NO.
185 MENGENAI KONVENSI PERUBAHAN DOKUMEN IDENTITAS PELAUT, 1958
1. Lingkup pemberlakuan Konvensi ILO
No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut, 1958 adalah kepada
"pelaut" yakni setiap orang yang dipekerjakan atau terlibat atau
bekerja pada jabatan apapun di atas kapal selain kapal perang. Namun pemerintah
dari suatu negara dapat menerapkan konvensi ini kepada pelaut-pelaut kapal ikan
komersial setelah berkonsultasi dengan perwakilan organisasi pemilik kapal ikan
dan orang-orang yang bekerja pada kapal ikan.
2. Penerbitan Dokumen Identitas
Pelaut dilakukan oleh negara yang memberlakukan konvensi kepada pelaut warga
negaranya dan kepada pelaut yang memiliki alamat tempat tinggal permanen di
teritorialnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara
itu, namun konvensi ini tidak berkaitan dengan kewajiban negara anggota sesuai
perjanjian internasional yang mengatur pengungsi dan orang-orang yang tidak
memiliki kewarga-negaraan. Penerbitan dokumen tidak boleh ditunda-tunda, dan
pelaut secara administratif memiliki hak untuk menggugat bila permohonan
memperoleh dokumen identitas pelaut ditolak.
3. Isi dan format dari dokumen
identitas pelaut, material yang digunakan, spesifikasi umum yang
memperhitungkan perkembangan teknologi harus sesuai dengan Lampiran I dari
konvensi. Dokumen identitas pelaut terbuat dari material yang sesuai dengan
kondisi kerja di laut dan dapat dibaca oleh mesin (machine-readable),
bebas dari pemalsuan, mudah dideteksi dan ukurannya tidak lebih besar dari
ukuran paspor, namun merupakan dokumen yang berdiri sendiri (stand-alone
document) dan bukan pengganti paspor.
4. Basis-data Elektronik Nasional
merupakan rekaman data elektronik tentang tiap dokumen identitas pelaut yang
diterbitkan, dibekukan atau dicabut yang harus aman dari interfensi atau akses
oleh pihak yang tak berwenang. Informasi yang ditampilkan harus dibatasi pada
hal-hal yang esensial untuk keperluan verifikasi dokumen identitas pelaut atau
status pelaut yang konsisten dengan perlindungan hak pelaut atas privasi dan
persyaratan proTeks salinan_?an dan keabsahan dari dokumen identitas pelaut
yang diterbitkan.
5. Pengendalian mutu dan evaluasi
harus ditetapkan oleh pemerintah dalam bentuk prosedur tertulis guna menjamin
keamanan proses yang diawali dari produksi dan pengiriman material, proses
aplikasi, pencetakan sampai dengan penyerahan dokumen kepada pelaut. Prosedur
lain yang juga harus disediakan adalah pengoperasian dan pemeliharaan database
serta prosedur pengendalian mutu dan evaluasi berkala. Pemerintah dari suatu
negara juga diharuskan untuk melakukan evaluasi independen terhadap sistem
administrasi penerbitan dokumen identitas pelaut sekurang-kurangnya sekali
dalam 5 (lima) tahun, kemudian melaporkan kepada Direktur Jenderal ILO.
6. Fasilitasi izin ke darat, transit
dan pemindahan pelaut bagi pemilik dokumen identitas pelaut dilakukan setelah
melalui proses verifikasi singkat kecuali latar belakang pelaut diragukan.
Pejabat yang berwenang tidak memiliki alasan untuk menolak izin turun ke darat
seperti ke rumah sakit, kantor pos, atau kepolisian setempat. Sedangkan untuk
memasuki wilayah suatu negara dalam rangka penempatan di kapal, atau pindah
kapal di negara itu atau di negara lain, atau untuk kepulangan ke tanah air,
pemerintah setempat harus memberi izin berdasarkan dokumen identitas pelaut dan
paspor yang valid.
7. Kepemilikan dan pencabutan
dokumen didokumentasikan dalam prosedur yang dibuat secara tripartit. Dokumen
identitas pelaut harus disimpan oleh yang bersangkutan kecuali pelaut secara
tertulis mengizinkan kapten kapal untuk menyimpannya. Dokumen identitas pelaut
harus dicabut manakala pelaut tidak lagi memenuhi kondisi yang ditetapkan dalam
konvensi.
8. Amandemen dari lampiran di
kemudian hari mungkin akan dibuat oleh ILO selaku badan tripartit maritim
apabila disetujui oleh dua per tiga suara dari anggota delegasi yang hadir
dalam konferensi, termasuk sekurang-kurangnya setengah dari jumlah negara yang
telah meratifikasi konvensi.
9. Ketentuan transisional
diberlakukan kepada negara-negara anggota ILO yang telah meratifikasi Konvensi
ILO No. 108 mengenai Dokumen Identitas Pelaut, 1958. Indonesia tidak
meratifikasi Konvensi tersebut namun mengadopsi dalam bentuk penerbitan
"Buku Pelaut (Seaman Book)".
10. Ketentuan pemberlakuan konvensi
ILO No. 185 mengenai Konvensi Perubahan Dokumen Identitas Pelaut yang merupakan
revisi dari Konvensi ILO No. 108 mengenai Dokumen Identitas Pelaut 1958 harus
diawali dengan ratifikasi konvensi dan dilaporkan kepada Direktur Jenderal ILO
untuk diregistrasi. Konvensi ini bersifat mengikat hanya kepada negara-negara
yang ratifikasinya sudah diregistrasi oleh Direktur Jenderal ILO, dan harus
sudah berlaku mulai enam bulan setelah tanggal registrasi.
V. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Apabila terjadi perbedaan penafsiran
terhadap terjemahan dalam bahasa Indonesia, maka yang dipergunakan adalah
naskah asli Konvensi dalam bahasa Inggris.
Pasal 2
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4800.
Komentar
Posting Komentar