Langsung ke konten utama

KONSEP ROGER COTTEREL TENTANG EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG


KONSEP ROGER COTTEREL TENTANG EFEKTIVITAS UNDANG-UNDANG
KONSEP TENTANG EFEKTIVITAS PERUNDANG-UNDANGAN
Prof Dr. Achmad Ali, SH. MH (2009:386-392) Dalam subbahasan ini, saya akan mengemukakan saduran bebas saya tentang pandangan   Roger cotterell (dalam bukunya : the sociology of  law, An Introduction,  1992 : 59-65) mengenai  Konsep Cotterell  tentang ‘  Beberapa  Prasyarat  Perundang-undangan yang efektif ‘(‘Some Prerequisites for Effective Legislation).
Dimana Evan telah menyusun tujuh kondisi yang menyediakan suatu kerangka yang memudahkan  untuk melakukan pembahasan . Ketujuh kondisi  tersebut  adalah sebagai berikut. Pertama, sumber hukum yang baru, haruslah bersifat otoritatif dan prestisius. Di dalam demokrasi –demokrasi di Barat, menurut Evan, undang-undang memenuhi kondisi pertama ini, dengan lebih baik, ketimbang  tipe-tipe  pengaturan lain. Kedua , Landasan pemikiran hukum yang baru, harus di kemukakan dari sudut pandang keserasiannya dan keberlanjutannya dengan asas-asas kultur dan asas-asas hukum yang telah mapan . Ketiga, sebagaimana yang dikemukakan oleh Evan, model-model prakmatis untuk ketaatan, harus di identifikasi. Keempat, Evan mengacu kesuatu penggunaan sadar terhadap unsur waktu di dalam tindakan legis latif ( bandingkan Allott, 1980:16 ). Kelima, Pelanggaran minuman keras, menawarkan sebuah ilustrasi yang cukup jelas tentang pentingnya kondisi kelima dari Evan. Keenam, butir yang menunjukkan sejumlah isu penting. Ketujuh, yang merupakan butir  final dari konsep Evan adalah butir yang di tekankan oleh Roscoe Pound setengah abad lebih awal.
Menghadapi pemikiran tentang Chaotic hukum yang melahirkan teori dekonstruksi hukum yang dikembangkan oleh Derrida," Cotterrell, mengemukakan pandangan bahwa, semua aliran teori hukum sejak positivisme hukum sampai kepada teori dekonstruksi hukum, harus dikritisi secara objektif karena setiap aliran teori hukum merupakan hasil analisis terhadap aliran teori hukum lainnya. Tidak ada satu teori hukum yang dapat memberikan jawaban yang memuaskan tentang apa yang menjadi tujuan hukum dan bagaimana seharusnya isi hukum agar dapat menjelaskan fenomena sosial tentang bekerjanya hukum dalam masyarakat.
Penulis sependapat dengan Cotterrell akan tetapi lebih tepat jika dikatakan bahwa perkembangan aliran teori hukum bersifat partikularistik sesuai dengan perkembangan masyarakat setempat, perbedaan etnis, budaya, dan kondisi geografis di mana aliran teori hukum itu ditemukan dan dikembangkan.4° Cotterrell tidak sependapat dengan Derrida yang telah menolak sifat hukum yang "authoritative" dan terstruktur; bahkan Cotterrell setuju alas pemikiran teori dekonstruksi sepanjang tidak menghancurkan nilai-nilai teori hukum normatif (normative legal theory) sebagai suatu bangunan sistem hukum. Namun demikian lebih setuju jika dilakukan pemetaan hukum dan struktur hukum. Selain itu Cotterrell mengatakan perlu ada penjelasan mengenai karakteristik penafsiran hukum " Teori Chaotic hukum dan Disorder hukum(William Stampford) bersumber pada teori Dekonstruktif yang berasal dari Jacques Derrida, seorang ahli filsafat Perancis. Teori dekonstruksi adalah teori tentang penafslran teks. Lebih tepat jika disebut sebagai teori tentang teknik membaca teks hukum, yang dipandang penting untuk mengetahui filosofi yang berada di batik teks perundang-undangan.
Pendapat ini merujuk kepada pandangan Mochtar Kusumaatmadja tentang fungsi dan peranan hukum dalam pembangunan nasional di Indonesia yang merupakan hasil analisis pandangan Mochtar atas aliran legisme dan aliran sejarah hukum (Von Savigny) serta aliran sociological jurisprudence (Roscoe Pound) dan aliran analytical jurisprudence (John Austin, Bentham dan Kant) serta aliran pragmatik realisme (Eugen Ehrlich). dan mempersoalkan bagaimana hukum dapat dianalisis dari sudut etika dan moral secara bebas. Cotterrell kemudian memberikan catatan bagaimana seharusnya mengkritisi teori hukum yaitu sebagai berikut:
 Pertama, suatu teori hukum tidak dapat ditujukan untuk menghasilkan suatu konsep tunggal yang bersifat universal mengenai peta hukum (map oflaw); banyak yang dapat dihasilkan tergantung dan yang menyusun peta hukum tersebut. Harapannya adalah suatu saat dapat dibangun satu teori yang terintegrasi dengan perluasan wawasan tentang perbedaan pandangan yang diakui.
Kedua, landasan kekuasaan yang berasal dan teori hukum normatifmelekat karakteristik kontroversial; di satu sisi bersifat mistis dan di sisi lain berada diluar jangkauan hukum di mana para ahli hukumpun tidak dapat memahaminya.
Ketiga, persoalan mengenai hukum sebagai satu kesatuan yang sistemik dan terstruktur, perlu direnungkan kembali. Bagi para ahli hukum, doktrin hukum memerlukan sesuatu yang melembaga dan terstruktur; dan seharusnya teori hukum normatif telah direncanakan dan dirasionalisasikanuntuk menemukan hal ini.
Keempat, mengenai penafsiran hukum, diperlukan pendalaman mengenai komunitas penafsiran: bagaimana mereka bekerja dan bagaimana kekuasaan memberikan suatu penafsiran yang mengikat sebagai hukum. Kelima, selama kesusilaan bertentangan dengan hukum maka selama itu hubungan antara hukum dankesusilaantetap tidak jelas.
Hukum kontemporer yang digambarkan aliran postmodemisme adalah, ethically barren, dan kesusilaan seperti itu diciptakan oleh hukum. Makna kesusilaan hukum saat ini tampak sangat bermasalah sehingga diperlukan klarifikasi tentang makna yang senyatanya dalam konteks isu etika yang muncul dalam hubungan antara manusia dan dalam kerangka kesusilaan yang tersedia untuk mengakomodasi kehidupan masyarakat masa kini.Lima solusi yang ditawarkan Cotterrell di atas menggambarkan di satu sisi pemikiran teori hukum normatif masih tetap relevan dalam kehidupan masyarakat masa kini dan di sisi lain pemikirantersebut masih menguasai kebijakan hukum baik di Amerika Serikat dan negara Uni Eropa kecuali di kalangan akademisi hukum Namun demikian, postmodemisme, sebagai suatu aliran baru yang mencerminkan kondisi budaya barat masa kini hilang kepercayaan (loss of faith) terhadap semua keadaan yang terjadi dalam masyarakat. Kondisi budaya barat masa kini tersebut memunculkan pertanyaan Cotterrell, bagaimana mungkin struksi teori hukum normatifdalamlingkaran lcritik kontempor dari aliran postmodemisme yaitu aliran anti-foundationalism, yang menentang standar hukum berbasis kekuasaan? Kritik aliran ini mendorong agar teori hukum normatifmenjadi suatu studi sistematis mengenai kemasyarakatan dan pada saat yang sama aliran ini tidak mengakui konsep-konsep, kedaulatan (sovereignty), rule ofrecognition" (Hart dan Dworkin) atau "grundnorm" (basic norm) dari Hans Kelsen.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...