LATAR BELAKANG MASALAH KEJAHATAN KEMANUSIAAN
Pendapat
bahwa dimanapun tempat tinggalnya, individu memiliki sejumlah kekuatan dasar
yang tidak dapat dicabut kekuatan politik dimanapun, berdampak secara
monumental pada dua titik dalam sejarah. Pertama dampak revolusioner pada
perempat abad terakhir, yaitu pada abad ke-18 yang mengilhami dan membenarkan
perjuangan kemerdekaan Amerika dari Inggris dan penggulingan kerajaan Perancis.
Ide
kebebasan individu diatas memunculkan dua pemberontakan dengan pemahaman
politis yang lebih dari sekedar pembentukan Republik, yang menjadi awal dari
tujuannya. Dasarnya adalah dengan meletakan kemerdekaaan individu sebagai
prasyarat dari pembatasan kekuasaan Negara. Ini tidak hanya berlaku di Amerika
dan Perancis. Dalam masyarakat manapun, terjadi pembatasan melalui tradisi atau
kovenan kebudayaan dan hukum. Namun yang monumental adalah mencantumkan hak-hak
warga Negara dalam konstitusi, yaitu hak-hak yang dapat dituntut oleh rakyat
kepada pemerintahannya melalui pengadilan.
Pasca
perang Dunia I, tidak pernah terpikirkan oleh para pemimpin politik bahwa
lembaga internasional dapat mendikte suatu Negara bagaimana memberlakukan
rakyatnya. Liga Bangsa-bangsa dan mahkamah Internasional tidak mempersoalkan
isu Hak Azasi Manusia sampai saat Hitler mengangapnya tidak penting. Pada titik
inilah, individu tidak memiliki hak dalam hukum Internasional. Akses terhadap
masalah yang tidak berkaitan dengan kovenan dan perjanjian antar Negara sama
sekali tertutup bagi rakyat tersebut.
Halocaust
atau pembantaian bangsa Yahudi di Eropa pada saat Hitler berkuasa adalah
kenyataan yang mengubah semuanya. Dengan Halocaust, tujuan perang sekutu
menjadi terfokus dan diikuti dengan tuntutan dan digelarnya pengadilan
internasional yaitu pengadilan Nuremberg untuk menghukum tokoh-tokoh Nazi atas
kebiadaban mereka terhadap bangsa Yahudi. Untuk pertama kalinya, hukuman
tersebut disebutkan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against
humanity) yang didefinisikan dalam pasal 6 (c) piagam Nuremberg (Nuremberg
Charter) adalah alat Negara yang mengesahkan siksaan atau pembunuhan massal
(Genocide) atas rakyat mereka sendiri, yang harus dipertanggung jawabkan secara
kriminal dalam hukum internasional dan dapat dikenakan hukuman oleh pengadilan
maupun yang dapat menangkap mereka.
Untuk
pertama kalinya juga individu memiliki hak untuk setidaknya diperlakukan dengan
hormat oleh pemerintahannya. Dengan hak tersebut, maka menjadi tanggung jawab
pemerintahan lain pula untuk mengadili para pelanggar hak asasi manusia yang
jatuh ketangan mereka, atau dengan menyelenggarakan pengadilan internasional
untuk menghukum mereka. Hal ini merupakan warisan legal dari pengadilan
Nuremberg, yang didukung oleh sistem PBB yang menjanjikan dukungan
institusional bagi deklarasi umum hak asasi manusia yang telah disetujui oleh majelis
umum PBB.
Titik
terbesar ke dua dalam sejarah HAM adalah proses pembentukannya yang dapat
berasal dari hukum domestik dan konstotusi beberapa Negara untuk menjadi sistem
universal yang menyediakan perlindungan minimum bagi siapa saja dan dimana
saja, akan tetapi hal ini tidak bertahan lama yaitu karena adanya perang dingin
antara blok-blok Negara yang berseteru. Amnesti Internasional sering kali tidak
berfungsi sebagaimana mestinya terhadap korban kejahatan terhadap kemanusiaan,
sedangan pelanggaran tidak pernah kunjung berhenti melawan hak-hak kemerdekaan
sipil dibanyak Negara di dunia.
Akhirnya
pada tanggal 30 Juli 1998 di Roma, 120 Negara menyatakan mendukung statute yang
menciptakan pengadilan Internasional untuk menghukum mereka yang bersalah karena
pelanggaran terburuk atas kemerdekaan fundamental dimanapun kekerasan itu
terjadi.
TINJAUAN
TEORITIS
Menurut
Bassiouni, hukum pidana Internasional adalah suatu hasil pertemuan pemikiran
dua disiplin hukum yang telah muncul dan berkembang secara berbeda serta saling
melengkapi dan mengisi. Kedua disiplin hukum ini adalah aspek-aspek hukum
pidana dari hukum pidana Internasional dan aspek-aspek internasional dari hukum
pidana.
Sedangkan
Schwarzenberger tidak memberikan definisi melainkan 6 pengertian tentang hukum
pidana Internasional sebagai berikut :
1)
Hukum pidana internasional dalam arti lingkup teritorial hukum pidana nasioanal
yang memiliki lingkp kejahatan-kejahatan yang melanggar kepentingan masyarakat
Internasional, akan tetapi kewenangan melaksanakan penangkapan, penahanan dan
peradilan atas pelaku-pelakunya diserahkan kepada Yurisdiksi criminal Negara
yang berkepentingan dalam batas-batas teritorial Negara tersebut.
2)
Hukum pidana internasional dalam arti aspek Internasional yang ditetapkan
sebagai ketentuan dalam hukum pidana Nasional menyangkut kejadian-kejadian
dimana suatu Negara yang terikat pada hukum Intrernasional berkewajiban
memperhatikan sanksi-sanksi atas tindakan perorangan sebagaimana ditetapkan
didalam hukum pidana Nasionalnya.
3)
Hukum Pidana Internasional dalam arti kewenangan Internasional yang terdapat
didalam hukum Pidana Nasional yaitu : Ketentuan-ketebntuan didalam hukum
Internasional yang memberikan kewenangan atas Negara Nasional untuk mengambil
tindakan atas tindak pidana tertentu dalam batas Yurisdiksi kriminilnya dan memberikan
kewenangan pula kepada Negara nasional untuk menerepkan yurisdiksi mkriminil
diluar batas teritorialnya terhadap tindak pidana tertentu, sesuai dengan
ketentuan-ketentuan didalam hukum Internasional.
4)
Hukum pidana Internasional dalam arti ketentuan hukum pidana Nasional yang
diakui sebagai hukum yang patut dalam kehidupan masyarakat bangsa yang bweradab
adalah ketentuan-ketentuan didalam hukum pidana Nasional yang dianggap sesuai
atau sejalan dengan tuntutan kepentingan masyarakat Internasional.
5)
Hukum pidana Internasional dalam arti hukum kerjasama Internasional dalam
mekanisme administrasi peradilan pidana Nasional adalah semua aktifitas atau
kegiatan penegakan hukum pidana Nasional yang memerlukan kerja sama antar
Negara, baik yang bersifat bilateral maupun multilateral.
6)
Hukum pidana Internasional dalam arti kata mareriil merupakan objek pembahasan
dari hukum pidana Internasional yang telah ditetapkan oleh PBB sebagai
kejahatan Internasional dan merupakan pelanggaran atas de iure gentium,
seperti piracy, agresi, kejahatan perang, genocide, dan lalu lintas illegal
perdagangan narkotika.
Mengenai
bentuk daripada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hukum
pidana internasional dapat dikemukakan sebagai berikut :
1)
Berbentuk prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum Internasional umum atau
universal, baik yang sudah dirumuskan dalam bentruk tertulis seperti dalam
konvensi-konvensi Internasional umum, baik yang sudah berlaku secara sah,
maupun yang masih belum berlaku yang berbentuk hukum yang tidak tertulis atau
kebiasaan Internasional
2)
Berbentuk konvensi-konvensi Internasional umum yang memang dengan sengaja di
buat dan dirancang untuk nmenetapkan prilaku kiminal tertentu sebagai suatu
yang harus dicegah, di berantas dan dihapuskan.
3)
Berbentuk peraturan perundang-undangan Nasional dari Negara-negara yang memang
sudah mengatur di dalam hukum pidanannya masing-masing atas suatu perilaku
tertentu.
4)
Berberntuk keputusan-keputusan badan-badan peradilan internasional.
Jenis-jenis
tindak pidana Internasional menurut Bassiouni adalah sebagai berijkut :
–
Agression.
–
War crimes.
–
Unlawfull use of weapons.
–
Crime against humanity.
–
Genocide.
–
Racial Discrimination and apartheid.
–
Slyvery and related crimes.
–
Torture.
–
Unlawfull human Experimentation.
–
Piracy.
–
Aircraft highjacking
–
Threat and use of force against internationally protected person
–
Taking of civilan hostages
–
Drug offences
–
International traffic in obscene publication
–
Destruction and\or theft of national treasures
–
Environmental protection
–
Theft of nuclear materials
–
Unlawfull use of the mails
–
Interference of the submarine cables
–
Falsification and counterfeiting
–
Bribery of foreign public officials
Sedangkan
Dautricourt di dalam karya tulisnya : ”the concept of international criminal
jurisdiction-definition and limitation of the subject”menyebutkan beberapa
international crime sebagai berikut :
1).
Terrorism.
2).
Slavery.
3).
The slave trade (perdagangan budak).
4).
Traffic in women and children (perdangangan wanita dan anak).
5).
Traffic in narcotic drugs (perdagangan illegal narkotika).
6).
Traffic in pornographic (peredaran publikasi pornografi)
7).
Piracy ( pembajakan di laut).
8).
Areal highjacking (Pembajakan di udara)
9).
Counterfeiting ( Pemalsuan mata uang.
10).
The destruction of submarine cables (pengrusakan kabel-kabel di bawah laut).
Jumlah
dan jenis tindak pidana Internasional yang berasal dari konvensi Internasional
sejak tahun 1812 – 1978 ada 20 tindak pidana Internasional :
1).
Agression : adalah penggunaan kekerasan dan senjata oelh satu Negara terhadap
kedaulatan integritas wilayah dan kemerdekaan politik dari Negara lain atau
dengan cara yang tidak konsisten dengan piagam PBB.
2).
War Crimes : Kejahatan perang.
3).
Unlawfull Use of Weapons : Penggunaan senjata secara tidak sah. Misalnya
: dilarang menempatkan senjata Nuklir di dasar laut bebas, di zona antartika,
diangkasa luar ( termasuk planet-planet lainnya).
4).
Genociden : Kejahatan terhadap kemanusiaan didalam keadaan perang. Sejak
Nuremberg trial hanya ada satu kasus penuntutan atas kejahatan terhadap
kemanusiaan dan Genocide, yaitu terhadap Adolf Eyckman (tahun 1961) orang
Israel yangb melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan untuk memusnahkan bangsa
Yahudi. Kemudian Ia melarikan diri keluar negri dan ditangkap oleh agen Israel
di perbatasan Amerika Latin.
5).
Crimes against humanity : kejahatan terhadap kemanusiaan. Istilah ini diambil
dari Nuremberg trial pada tahun 1945 dan meliputi pula kejahatan pembunuhan,
penghabisan (Eksterminasi) pembudakan, deportasi dan tindakan-tindakan lain
yang tidak manusiawi yang dilakukan terhadap penduduk sipil.
6).
Apartheid : diskriminasi ras (perbedaan warna kulit secara mencolok).
7).
Slavery and related crimes : perbudakan dan kejahatan yang berhubungan dengan
pembudakan. Sebetulnya pembudakan telah dilarang oleh hukum Internasional sejak
Koncvensi Wina tahun 1815.
8).
Torture (As A War Crimes) : penganiayaan selama peperangan. Konvensi
penganiayaan pada tahun 1978 (Draft conduct convention) mengartikan kejahatan
penganiayaan sebagai perbuatan yang menimbulkan derita parah. Apakah itu
bersifat mental atau atas anjuran seseorang pejabat public atau untuk
mana pejabat public itu bertanggung jawab.
9).
Unlawfull Human Experimentation: Ekperimen secara medis secara melawan hukum
atau tidak sah yang dilakukan semasa perang (kejahatan perang).
10).
Piracy : pembajakan dilaut.
11).
Crimes relation to international air communication : Kejahatan yang berkaitan
dengan komunikasi udara Internasional.
12).
Treat and use of force against internationally protected person : ancaman dan
penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang dilindungi secara Internasional.
Merupakan prinsip yang paling kuat dalam hukum kebiasaan internasional, yaitu
prinsip bahwa tertentu (biasanya diplomat) diberikan pelindung dan kekebalan
dalam pemenuhan tugasnya.
13).
Taking of civilian hostages : Tindakan penyanderaan terhadap orang-orang sipil.
14).
Unlawfull use of the mails : penggunaan surat secara tidak sah atau melawan
hujkum.
15).
Drugs offences : penyalahgunaan narkotika.
16).
Falsification an counterfeiting : pemalsuan dan memperbanyak mata uang.
Kejahatan ini dilarang dalam konvensi Internasional mengenai pemalsuan tahun
1929. Menurut konvensi ini : “ mengharuskan mengekstradisi pelaku “. ( asas
Universalitas) .
17).
Theft of nation and archeologocal treasurest (in time of war) : Pencurian
kekayaan nasional dan peninggalan sejarah (sewaktu perang).
18).
Bribery of foreign public officials : Penyuapan terhadap pejabat publik Negara
asing. Kejahatan ini melibatkan pemberian uang atau hadiah lain kepada pejabat
public dari Negara lain dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan dari orang
itu secara melanggar kewajiban yang sah.
19).
Interference with submarine cables : pengangguan kabel bawah laut. Karena
hubungan antar Negara melalui teknologi canggih, biasa dilakukan hanya dengan
menghubungkan melalui kabel atau pipa atau tabung yang diletakan dibawah laut.
20).
International traffic in obscene pubications : Lalu lintas internasional dalam
publikasi yang tidak semestinya, meliputi : Tindakan Penyiapan, pengobatan,
pemilikan, pengangkutan dan peredaran bahan-bahan yang tidak semesinya (usang)
diantara dua Negara untuk penggunaan personal. Namun seharusnya harus dicatat
bahwa kejahatan ini sering dilakukan karena terjadinya perubahan dalam sikap di
masyarakat dan kesukaran dalam pelaksanaan yang timbul dari masalah kebebasan
dalam mengemukanan atau mengeluarkan pendapat.
Perbedaan
jenis tindak pidana Internasional yang dikemukankan dalam Konvensi
Internasional dan yang dikemukakan oleh Bassiouni ( 22 jenis tindak pidana
Internasional) adalah dalam hal : Environmental Protetion dan theft of
Nuclear Mterials.
PENDAPAT
HUKUM
Kejahatan
terhadap kemanusiaan hanya dapat dicegah jika calon pelakunya yaitu pemimpin
politik, komandan lapangan atau prajurit dan polisi diberi kesempatan untuk
merenungkan bahwa tidak ada tempat satupun yang dapat digunakan untuk
bersembunyi. Sebab suatu hari disuatu tempat nanti, keadilan hukum akan
membawanya untuk diadili.
Prospek
tersebut realistis bila ada pengadilan kejahatan Internasional yang mengetahui
tindakan kejahatannya, atau ada peraturan yang mengijinkan hukuman atas
pelakunya oleh pengadilan Negara-negara lainnya yang juga memiliki yurisdiksi
untuk membawa pelaku ke hadapan pengadilan
Pertimbangan
praktis inilah yang membuat yurisdiksi universal sebagai atribut paling penting
dalam kejahatan kemanusiaan. Dasar pemikirannya, akibat kejahatan itu begitu
serius, maka pengadilan manapun, dimanapun, diberi kekuasaan oleh hukum
Internasional untuk mengadili dan menguhukum tindakan itu, tanpa mempedulikan
tempat atau kebangsaan pelaku atau para korban. Dengan kata lain, dimanapun
sipelaku kejahatan ditemukan, yurisdiksi akan selalu mengikutinya, mengingat ia
telah dituduh telah melakukan kejahatan yang sangat besar.
Yurisdiksi
universal sudah pasti dikenal dalam hukum kebiasaan Internasional yang
merupakan dasar bagi proses peradilan domestic untuk bajak laut dan pedangan
budak. Juga termasuk yurisdiksi universal untuk para pembajak pesawat terbang,
penyanderaan dan terorisme Internasional lainnya. Hal itu secara parsial
diambil dari perjanjian Internasional yang mewajibkan pelaku kejahatan yang
ditemukan dalam wilayah mereka atau Negara lainnya atau mengekstradisikan
pelaku ke Negara yang akan mengadili. Namun, ini semua tindakan kejahatan yang
terjadi diluar batas Negara atau dilaut bebas atau di udara lepas, tanpa ada
yang menjadi pemilik kedaulatan atasnya. Dengan demikian, yurisdiksi universal
tidak hanya muncul karena hanya ada kejahatan kemanusiaan, tetapi semata-mata
karena berdasarkan hukum domestic dimanapun hal itu merupakan tindakan
kejahatan, hanya tindakan itu bisa lepas dari hukuman.
Kasus
yang menjadi dasar hukum universal atas kejahatan kemanusiaan merupakan
preseden yang dalam beberapa hal menyedihkan. Kekuasaan untuk membawa para
pelaku ke pengadilan digambarkan dalam frase yurisdiksi universal, dimana
Negara-negara mempunyai kekuasaan secara sendiri-sendiri maupun kolektif
berdasarkan yurisdiksi tersebut, meskipun mereka tidak memiliki hubungan dengan
tempat kejahatan itu dilakukan atau dengan pelaku atau dengan korban.
Yurisdiksi atas kejahatan biasa tergantung pada hubungan, yang umumnya terjadi
dalam suatu wilayah Negara, antara Negara yang menyelenggarakan pengadilan
dengan kejahatan itu sendiri. Tetapi dalam kasus kejahatan kemanusiaan, hubungan
tersebut dapat ditemukan dalam fakta sederhana yang menyatakan bahwa kita semua
adalah umat manusia.
Yurisdiksi
universal di Negara maupun akan berlangsung dibawah pengadilan local yang
memberi kuasa sebuah pengadilan untuk menyelenggarakannya. Pengadilan Internasional
memerlukan sebuah piagam atau statute yang akan diikuti oleh Negara-negara yang
membuatnya, baik secara kolektif maupun melalui PBB sebagai organ tambahan dari
Dewan Keamanan PBB. Dapat pula dilakukan secara khusus melalui perjanjian
Internasional seperti piagam Nuremberg atau statute Roma mengenai pengadilan
pidana Internasional.
Konsep
yurisdiksi Internasional untuk kejahatan kemanusiaan adalah solusi yang
ditawarkan oleh hukum Internasional atas tontonan pembebasan hukuman (impunity)
dari para tirani dan penyiksa yang melindungi diri dan imunitas domestic,
amnesty dan pemberian maaf. Mereka dapat bersembunyi tetapi di dalam dunia yang
memiliki yurisdiksi universal terhadap kejahatan yang bersangkutan, mereka
tidak dapat lari. Meskipun demikian, prinsip yurisdiksi universal merupakan
satu-satunya jalan untuk meminjam para tersangka tidak memperoleh tempat
persembunyian. Pilihannya adalah mengekstradisi atau menghukum pelaku.
Alasan
kejahatan terhadap kemanusiaan tidak seperti kejahatan biasa, menarik
yurisdiksi universal sekalipun tidak ada perjanjian-perjanjian Internasional
tidak terletak pada beratnya kejahatan tersebut, karena pembunuhan berantai
psikopatik dapat lebih kejam daripada penyiksaan yang biasa dilakukan oleh
polisi. Yang membedakan kejahatan kemanusiaan, baik dalam skala kekejian maupun
kebutuhan akan langkah-langkah pencegahan semata-mata karena kejahatan itu
tidak dapat dimaafkan yang dilakukan oleh sebuah pemerintahan atau setidaknya
sebuah oerganisasi yang melaksanakan kekuasaan politik yang menjadi masalah
bukan otak penyiksa, akan tetapi fakta bahwa individu yang bersangkutan
merupakan bagian dari aparat Negara yang membuat kejahatan tersebut menjadi
begitu mengerikan dan meletakanya pada dimensi yang lain dari kriminalitas
umum. Faktor ini pula menjelaskan mengapa tanggung jawab individu dan
yurisdiksi universal merupkan elemen-elemen yang diperlukan jika penyangkalan
atas kejahatan tersebut hendak dicapai.
Komentar
Posting Komentar