Langsung ke konten utama

Individu Sebagai Subyek Hukum Pidana Internasional

Individu Sebagai Subyek Hukum Pidana Internasional
            Kadangkala dalam suatu kejahatan yang bersifat internasional, suatu Negara tidak dapat diminta pertanggungjawaban dalam suatu tindak pidana internasional, dikarenakan dalam kejahatan tersebut karena suatu Negara tidak dapat diminta pertanggungjawaban atas suatu tindak pidana yang dilakukan oleh orang-perorangan  tetapi individu atau orang-perorangan yang tergabung dalam suatu organisasi atau kelompok iutlah yang dimintai pertanggungjawaban secara pribadi didepan hukum. Sebagai contoh dalam kasus pembajakan laut yang memang sudah dahulu kala berkembang, dalam kasus ini sebuah Negara tidak dapat betanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh warga negaranya sehingga pertanggungjawaban ini dilimpahkan sepenuhnya kepada individu. Individu dalam perannya sebagai subyek dalam hukum, ini memang sudah lama perkembangannya dalam dunia internasional bahkan semenjak dahulu kala setelah manusia mengenal sistem pelayaran, namun oleh dunia internasional individu baru diakui setelah adanya Perjanjian Versailles yang mengakui peran individu dalam subyek hukum internasional pada tahun 1919. Dalam perjanjian tersebut individu atau orang-perorangan dimungkinkan untuk mengajukan perkara kehadapan mahkamah-mahkamah arbitrase internasional. Kedudukan individu sebagai subyek dalam hukum internasional semakin diperkuat setelah munculnya ketentuan-ketentuan lain yang serupa seperti Perjanjian Upper-sile-sia pada tahun 1922 antar Jerman-Polandia, Keputusan Mahkamah Internasional Permanen (Permanent Court of International Justice) dalam perkara Kereta Api Danzig, keputusan Mahkamah Penjahat Perang dan keputusan-keputusan yang lain.
            Kedudukan individu semakin dikokohkan sebagai subyek hukum setelah dikukuhkannya Konvensi Genosida. Dalam kejahatan genosida, secara langsung atau tidak langsung baik yang menghasut orang lain atau melakaukan sendiri, namu kejahatan tersebut tidak terjadi karena keadaan-keadaan dilur kehandak ini tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Letak dan posisi individu sebagai subyek hukum dalam hukum pidana internasional dalam konteks tanggung jawab atas perbuatan yang mereka lakukan baik dalam kelompok maupun suatu organisasi serta menggunakan jabatn untuk melakukan suaut perbuatan kejahatan.. Hal ini dapat dicontohkan dengan kasus kejahatan genosida yang dilakukan oleh Suku Nazi terhadap bangsa Yahudi sewaktu Adolf Hitler menjadi pemimpin Jerman. Kekejian yang dilakukan Hitler yaitu pembunuhan masal terhadap bangsa Yahudi, yang akibatnya setelah Perang Dunia II usai, Jerman dan sekutunya mengalamai kekalahan pada Perang Dunia II, Adolf Hitler menjadi orang yang bertanggung jawab penuh terhadap kekejaian yang dilakukan oleh suku Nazi. Memang, dalam kepemimpinananya waktu itu, Jerman merupakan kuat dalam perang, sehingga sebagai pemimpin ia dapat melakukan apapun dengan kekuasaanya sebagai pemimpin Jerman yang sekaligus pemimpin Nazi. Oleh sebab itu, Israel setelah Perang Dunia II usai yang  baru menyatakan diri sebagai Negara merdeka menyatakan akan melakukan proses pengadilan pidana terhadap kekejian yang dilakukan Adolf Hitler dan suku Nazi dengan menggunakan hukum Negara Israel karena Israel pada waktu itu beranggapan bahwa Negara Israel dapat mengadili dikarenakan adanya yuridiksi Negara Israel yang menyatakan bahwa korban dari tindak pidana tersebut ialah suku bangsnya. Tindakan mengadili sendiri oleh Negara Israel ini ditentang oleh dunia internasional karena ini merupakan kejahatan internasional sekalipun korban atas tindak kejahatan tersebut adalah suku bangsa Israel sendiri. Maka, dunia internasional memutuskan perkara kejahatan genosida yang dilakukan oleh Hitler dan sekutunya tersebut akan diadili melalui pengadilan internasional. Dalam pengadilan internasional, Adolf Hitler dan sekutunya secara hukum terbukti melakukan kejahatan genosida dengan menggunakan kekuasaanya sebagai pemimpin Negara Jerman, dan peletakan tanggung secara penuh dilimpahkan kepada Hitler dan sekutunya. Negara Jerman tidak bertanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh mantan pemimpin mereka tersebut, hal ini dikarenakan Hitler sebgai individu yang merupakan subyek utama hukum pidana internasional harus beranggung jawab penuh atas perbuatannya.
            Dari contoh kasus diatas dan sejarah perkembangan individu sendiri, memang indivudi sebagai subyek utama hukum pidana internasional sudah tidak dapat dielak lagi. Peletakan tanggung jawab secara penuh terhadap individu atas segala perbuatan yang dilakukan olehnya baik itu perbuatan yang dilakukan secara pribadi maupun organisasi ini menandakan bahwa oraang-perorangan yang melakukan suatu tindakan dalam dunia internasional harus memperhatikan betul segala apa yang dilakukan oleh dirinya yang ketika ia melakukan suatu perbuatan orang-perorangan tersebut menyadari adanya tanggung jawab yang melekat pada dirinya sebagai subyek hukum pidana internasional. Sehingga, ketika ia melakukan suatu perbuatan dimana perbuatan tersebut termasuk kedalam kategori organisasi internasional yang sudah terorganis secara baik, misal organisasi kejahatan narkoba yang pelakunay tidak hanya terdiri dari satu Negara namun dari beberapa Negara. Sehingga jika dikemudian hari, para pelakunya ditangkap oleh suatu Negara mereka akan diadili sebagai individu dari negaranya. Organisasinya hanyalah merupakan sarana untuk melakukan suatu kegiatan.
            Konvensi-konvensi yang mengatur teantang kedudukan individu dalam perannya sebagai subyek hukum pidana inernasional, seperti Konvensi tentang Kejahatan Penerbangan(Konvensi Tokyo 1963, Konvensi Den Haag 1970, dan Konvesni Mentreal 1976), Konvensi Tungal tentang Narkotika 1976, konvensi-konvensi tentang eksradisi dan lain-lain serta putusan-putusan Badan Peradilan Internasional, seperti Putusan Mahkamah Militer Internasional di Nuremberg 1945 dan Tokyo 1946, Putusan Mahkamah Kejahatan Perang dalaam kasus ex Yugoslovia 1993 dan Rwanda 1994. Individu atau orang-perorang dapat dimintai pertanggungjawaban penuh apabila ia dengan sengaja dan merencanakan  melakukan suatu tindakan yang berupa suatu tindakan kejahatan. Orang-perorangan yang melakukan kejahatan yang bertanggung jawab penuh atas suatu tundak pidana yang dalam kenyataannya memang telah terjadi dan masih direncanakan  yang baik yang dilakukannya sendiri maupun dalam suatu organisasi yang turut membantu melakukan tindak pidana maupun menyediakan sarana sehingga kejahatan tersebut terjadi dan kegiatan tersebut dilakukan dalam ruang lingkup internasional adalah individu yang bertanggung jawab penuh atas perbuatannya dalam pengadilan pidana internasional.

            Pergerakan individu dalam kejahatan internasional semakin banyak dilakukan, meski upaya pencegahan yang dilakukan untuk meniadakan kegiatan tersebut terus dilakukan. Keinginan untuk membebaskan diri dari intervensi dari Negara-negara yang berkuasa, kebutuhan ekonomi yang tinggi serta masih banyak alasan-alasan lain yang menyebabkan individu atau orang-perorangan berani mengambil tindak kejahatan walaupun hukuman yang dijatuhkan atas perbuatan mereka juga berat. Di zaman sekarang, eksistensi individu sebagai subyek utama dalam dunia international semakin beragam, dengan ditambahnya berbagai jenis kejahatan yang terorganisir dengan baik. Merebaknya isu-isu terorisme sekarang ini, membuat peran individu sebagai pelaku utama dari kejahatan tersebut tidak dapat dipandang sebelah mata. Sekalipun mereka membawa nama Negara atas perbuatannya namun tetap pertanggungjawaban atas perbuatannya tersebut kembali lagi kepada dirinya sebagai individu, contohnya ialah Saddam Husein, mantam pemimpin Negara Irak. Penekanan terhadap kejahatan terorisme yang terjadi dikawasan Timur Tengah yang dilakukan oleh dunia internasional tidak dapat membendung gerakan radikal tersebut yang telah memakan banyak korban. Individu-individu yang berasal dari berbagi macam Negara yang bersaru dalam satu organisasi ini tidak dapat hentikan. Pertanggungjawaban yang dilimpahkan kepada individu-individu inipun tidak membuat mereka takut, tetapi justru membuat mereka semakin berani mengambil atau meakukan kejahatan tersebut agar eksisrensi mereka dalam dunia internasional semakin diakui. Berbeda halnya dengan kejahatan narkotika yang melibat individu-individu dari beberapa negarai. Mereka yang tergabung dalam organisasi bergerak secara diam-diam, tidak diketahui secara jelas bagaimana mereka melakukan kejahatan tersebut. Ketika individu atau orang-perorangan dikenai sanksi atau hukuman pidana atas kejahatan yang mereka lakukan, Negara tempat pelaku kejahatan ini berasal tidak dapat membela ataupun mengadili sendiri menurut hukum Negara masing-masing sekalipun ada yuridiksi suatu Negara, kerana kejahatan yang dilakukan oleh orang-perorangan ini merupakan kejahatan internasional sehingga ini termasuk dalam bagian yuridiksi internasional. Individu harus mempertanggungjawabkan perbuatannya karena disamping dianggap pantas untuk mempertanggungjawakan perbuataanya tersebut secara pribadi dan juga dalam kedudukannya sebagai subyek hukum pidana internasional, pribadi atau individu biasa dianggap bertanggung jawab sesuai dengan prinsip tangung jawab individu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...