Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
A. Pengertian Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB)
1. Ridwan HR
Pemahaman
mengenai AAUPB tidak hanya dapat dilihat dari segi kebahasaan saja namun juga
dari segi sejarahnya, karena asas ini timbul dari sejarah juga. Dengan
bersandar pada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum
yang dijadikan dasar dan tatacara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang
layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi baik,
sopan, adil, terhormat, bebas dari kedzaliman, pelanggaran peraturan tindakan
penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.
2. Crince le
Roy
Menurut
Crince le Roy yang meliputi: asas kepastian hukum, asas keseimbangan, asas
bertindak cermat, asas motivasi untuk setiap keputusan badan pemerintah, asas
tidak boleh mencampuradukkan kewenangan, asas kesamaan dalam pengambilan
keputusan, asas permainan yang layak, asas keadilan atau kewajaran, asas
menanggapi pengharapan yang wajar, asas meniadakan akibat-akibat suatu
keputusan yang batal, dan asas perlindungan atas pandangan hidup pribadi.
Koentjoro menambahkan dua asas lagi, yakni: asas kebijaksanaan dan asas
penyelenggaraan kepentingan umum.
3. Philipus M. Hadjon
AAUPB yang
telah mendapat pengakuan dalam praktek hukum di Belanda, yaitu asas persamaan,
asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan
(motivasi), larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak
sewenang-wenang.
B.
Asas-Asas
Umum Pemerintahan yang Baik (AAUPB) di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia diakui
secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika
pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas
itu dimasukan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan/pejabat tata
usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan
yang dikemukakan oleh Ismail selaku selaku Menteri Kehakiman saat itu.
Tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti
eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena ternyata seperti yang terjadi di
Belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama pada PTUN,
sebagaimana akan terlihat nanti pada sebagian contoh-contoh putusan PTUN.
Kalaupun AAUPB ini tidak terakomodasi dalam UU PTUN, tetapi sebenarnya
asas-asas ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karena
memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang Kekuasaan
Pokok Kehakiman: “Pengadilan tidak
boleh menolak menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang
diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib
untuk memeriksa dan mengadilinya.” Dalam pasal 27 ayat (1) UU No.
14/1970 ditegaskan; “Hakim sebagai
penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai
hukum yang hidup dalam masyarakat.” Dengan ketentuan pasal ini,
asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan
administrasi di Indonesia.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan politik
Indonesia, asas-asas ini kemdian muncul dan dimuat dalam suatu undang-undang,
yaitu UU No. 28/1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Pasal 1 angka 6 menyebutkan bahwa asas
umum pemerintahan negara yang baik adalah asas yang menjunjung tinggi norma
kesusilaan, kepatutan, dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
Dalam Bab III Pasal 3 UU No. 28/1999 menyebutkan
asas-asas umum penyelenggaraan negara meliputi:
Asas
kepastian hukum, yaitu asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan
peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggara negara.
1. Asas tertib
penyelenggaraan negara, yaitu asas yang menjadi landasan keteraturan,
keserasian, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggara negara.
2.
Asas kepentingan umum, yaitu asas
yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif,
dan selektif.
3.
Asas keterbukaan, yaitu asas yang
membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur, dan tidak diskriminatif tentang penyelenggraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia
negara.
4.
Asas proporsionalitas, yaitu asas
yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
5.
Asas profesionalitas, yaitu asas
yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
6.
Asas akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan
hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Di Indonesia, pemikiran tentang asas-asas umum
pemerintahan yang baik secara populer kali pertama disajikan dalam buku Prof.
Kuntjoro Purbopranoto, ada 13 asas yaitu :
1. Asas
kepastian hukum
Asas
kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material,
yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas
kepercayaan. Dalam banyak keadaan asas kepastian hukum menghalangi badan
pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan. Dengan kata lain, asas ini
menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seorang berdasarkan suatu
keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang telah
dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, sampai dubuktikan
sebaliknya dalam proses peradilan. Adapun aspek yang bersifat formal dari asas
kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan
yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan
kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak kepada yang
berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki daripadanya.
2. Asas
keseimbangan
Asas ini
menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau
kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya kriteria yang jelas
mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaran atau kealpaan yang dilakukan
seorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan
seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya
terhadap pelanggaran atau kealpaan serupa yang dilakukan orang yang berbeda
akan dekenakan sanksi yanga sama, sesuai dengan kriteria yang ada dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3. Asas
kesamaan
Asas
Kesamaan dalam Mengambil Keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan
mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus
yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan
kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang
bebas.
4. Asas
bertindak cermat
Asas
Bertindak Cermat, asas ini menghendaki pemerintah bertindak cermat dalam
melakukan aktivitas penyelenggaraan tugas pemerintahan sehingga tidak
menimbulkan kerugian bagi warga negara. Dalam menerbitkan ketetapan, pemerintah
harus mempertimbangkan secara cermat dan teliti semua faktor yang terkait
dengan materi ketetapan, mendengar dan mempertimbangkan alasan-alasan yang
diajukan oleh pihak yang berkepentingan, mempertimbangkan akibat hukum yang
timbul dari ketetapan.
5. Asas motivasi
untuk setiap putusan
Asas Motiasi
untuk Keputusan, asas ini menghendaki setiap ketetapan harus mempunyai
motivasi/alasan yang cukup sebagai dasar dalam menerbitkan ketetapan. Alasan
harus jelas, terang, benar, obyektif, dan adil. Alasan sedapat mungkin
tercantum dalam ketetapan sehingga yang tidak puas dapat mengajukan banding
dengan menggunakan alasan tersebut. Alasan digunakan hakim administrasi untuk
menilai ketetapan yang disengketakan.
6. Asas jangan
mencampurkan adukan wewenang
Asas tidak
Mencampuradukkan Kewenangan, di mana pejabat Tata Usaha Negara memiliki
wewenang yang sudah ditentukan dalam perat perundang-undangan (baik dari segi
materi, wilayah, waktu) untuk melakukan tindakan hukum dalam rangka
melayani/mengatur warga negara. Asas ini menghendaki agar pejabat Tata Usaha
Negara tidak menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain selain yang telah
ditentukan dalam peraturan yang berlaku atau menggunakan wewenang yang
melampaui batas.
7. Asas
permainan yang layak
Asas ini
menghendaki agar warga negara diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk
mencari kebenaran dan keadilan serta
diberi kesempatan untuk membela diri dengan memberikan argumentasi-argumentasi
sebelum dijatuhkannya putusan administrasi. Asas ini juga menekankan pentingnya
kejujuran dan keterbukaan dalam proses penyelesaian sengketa tata usaha negara.
Disamping itu, pejabat administrasi harus mematuhi aturan-aturan yang yang
telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, juga dituntut
bersikap jujur dan terbuka terhadap segala aspek yang berkaitan dengan hak-hak
warga negara.
8. Asas
keadilan atau kewajaran
Asas
Keadilan dan Kewajaran, asas keadilan menuntut tindakan secara proposional,
sesuai, seimbang, selaras dengan hak setiap orang. Asas kewajaran menekankan
agar setiap aktivitas pemerintah memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di
tengah masyarakat, baik itu berkaitan dengan moral, adat istiadat.
9. Asas
menanggapi penghargaan yang wajar
Asas
Kepercayaan dan Menanggapi Penghargaan yang Wajar, asas ini menghendaki agar
setiap tindakan yang dilakukan pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan
bagi warga negara. Jika suatu harapan sudah terlanjur diberikan kepada warga
negara tidak boleh ditarik kembali meskipun tidak menguntungkan bagi
pemerintah.
10. Asas
meniadakan akibat-akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini
menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali sebagai akibat dari
keputusan yang batal atau asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas
suatu keputusan, maka yang bersangkutan harus diberi ganti rugi atau
rehabilitasi.
11. Asas
perlindungan atas pandangan hidup
Asas
Perlindungan atas Pandangan atau Cara Hidup Pribadi, asas ini menghendaki
pemerintah melindungi hak atas kehidupan pribadi setiap pegawai negeri dan
warga negara. Penerapan asas ini dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan,
dan norma-norma yang dijunjung tinggi masyarakat. Pandangan hidup seseorang
tidak dapat digunakan ketika bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
12. Asas
kebijaksanaan
Asas
Kebijaksanaan, asas ini menghendaki pemerintah dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya diberi kebebasan dan keleluasaan untuk menerapkan kebijaksanaan
tanpa harus terpaku pada perat perundang-undangan formal.
13. Asas
penyelenggaraan kepentingan umum
Penyelenggaraan
Kepentingan Umum, asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan
tugasnya selalu mengutamakan kepentingan umum, yakni kepentingan yang mencakup
semua aspek kehidupan orang banyak. Mengingat kelemahan asas legalitas,
pemerintah dapat bertindak atas dasar kebijaksanaan untuk menyelenggarakan
kepentingan umum.
D. Fungsi dan Arti Penting AAUPB
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan
sebagai sarana perlindungan hukum (rechtsbescherming) dan bahkan dijadikan
sebagai instrumen untuk peningkatan perlindungan hukum (verhoodge rechtsbescherming)
bagi warga negara dari tindakan pemerintah. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai
dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, di samping sebagai
norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintahan. Menurut SF. Marbun,
AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut:
1. Bagi
administrasi negara, bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar
atau tidak jelas.
2.
Bagi warga masyarakat, sebagai pencari
keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan sebagaimana disebutkan
dalam pasal 53 UU No. 5/1986.
3.
Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan
sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau
pejabat TUN.
4. Selain itu,
AAUPB tersebut juga berguna bagi badan legislatif dalam merancang suatu
undang-undang.
DAFTAR PUSTAKA
Philipus M.
Hadjon. 2008. Pengantar Hukum
Administrasi Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Ridwan HR.
2008. Hukum Administrasi Negara.
Jakarta: Rajawali Pers
Dendyhernadipahus.blogspot.com
Komentar
Posting Komentar