Langsung ke konten utama

SUBSTANSI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (PKDRT)



UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG
PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
(PKDRT)

LATAR BELAKANG KDRT
       Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara
       Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun
       KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri
       Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-laki boleh menguasai perempuan
       tidak adanya pengetahuan dari kedua belah pihak bagaimana cara mengimbangi dan mengatasi sifat-sifat yang tidak cocok diantara keduanya
tidak adanya rasa cinta pada diri seorang suami kepada istrinya, karena mungkin perkawinan mereka terjadi dengan adanya perjodohan diantara mereka tanpa didasari dengan rasa cinta terlebih dahulu.



AKIBAT KDRT                                                                                                        
  1. Cedera berat
  2. Tidak mampu menjalankan tugas sehari-hari
  3. Pingsan
  4. Luka berat pada tubuh korban dan atau luka yang sulit disembuhkan atau yang menimbulkan bahaya mati
  5. Kehilangan salah satu panca indera.
  6. Mendapat cacat.
  7. Menderita sakit lumpuh.
  8. Terganggunya daya pikir selama 4 minggu lebih
  9. Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan
  10. Kematian korban.
  11. Gangguan tidur atau gangguan makan atau ketergantungan obat atau disfungsi seksual yang salah satu atau kesemuanya berat dan atau menahun.
Latar Belakang UU PKDRT

Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan  rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945;
Behwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi yang harus dihapus

Pasal-pasal yang berkaitan dengan UU Penghapusan KDPasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku dalam rumah tangga, dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tanggaRT
Pasal 2
Lingkup rumah tangga dalam Undang-undang ini meliputi:
  1. Suami, isteri, dan anak;
  2. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
  3. Orang yang bekerja membantu rumah tanggaPasal 3
  4. Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas:
  5. Penghormatan hak asasi;
  6. Keadilan dan kesetaraan gender;
  7. Nondiskriminasi; dan
  8. Perlindungan korban
  9.  dan menetap dalam rumah tangga tersebut
KEKERASAN FISIK

  kekerasan fisik diartikan sebagai perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. (Pasal 6 UU PKDRT)
  Kekerasan Fisik Berat, berupa penganiayaan berat seperti menendang; memukul, menyundut; melakukan percobaan pembunuhan atau pembunuhan dan semua perbuatan lain.
  Kekerasan Fisik Ringan, berupa menampar, menjambak, mendorong, dan perbuatan lainnya.

KEKERASAN PSIKIS
 Pasal 7 UU PKDRT mengartikan kekerasan psikis sebagai perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tak berdaya, dan atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
       Kekerasan Psikis Berat, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; kekerasan dan atau ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomis.
       Kekerasan Psikis Ringan, berupa tindakan pengendalian, manipulasi, eksploitasi, kesewenangan, perendahan dan penghinaan, dalam bentuk pelarangan, pemaksaan, dan isolasi sosial; tindakan dan atau ucapan yang merendahkan atau menghina; penguntitan; ancaman kekerasan fisik, seksual dan ekonomi

KEKERASAN SEKSUAL
Kekerasan seksual berat, berupa:
       Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
       Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki.
       Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan.
       Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu.
       Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi.
       Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
       Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.


PENELANTARAN RUMAH TANGGA
Berdasarkan Pasal 9 UU PKDRT, Penelantaran Rumah Tangga meliputi:
1)            Menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian, ia wajib memberikan kehidupan, perawatan dan pemeliharaan kepada orang tersebut.
2)            Mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga berada di bawah kendali orang tersebut.
Pasal-pasal yang berkaitan dengan UU Penghapusan KDRT
Pasal 10
Korban berhak mendapatkan:
  1. Perlindungan dari pihak keluarga, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, advokat, lembaga sosial, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan perintah perlindungan dari pengadilan;
  2. Pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis;
  3. Penanganan secara khusus berkaitan dengan kerahasiaan korban;
  4. Pendampingan oleh pekerja sosial dan bantuan hukum pada setiap tingkat proses pemeriksaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
  5. Pelayanan bimbingan rohani.
Pasal 15
Setiap orang yang mendengar, melihat, atau mengetahui terjadinya kekerasan dalam rumah tangga wajib melakukan upaya-upaya sesuai dengan batas kemampuannya untuk;
  1. Mencegah berlangsungnya tindak pidana;
  2. Memberikan perlindungan pada korban;
  3. Memberikan pertolongan darurat; dan
  4. Membantu proses pengkajian permohonan penetapan perlindungan.
Pasal 16
  1. Dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak mengetahui atau menerima laporan kekerasan dalam rumah tangga, kepolisian wajib segera memberikan perlindungan sementara pada korban.
  2. Perlindungan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 7 (tujuh) hari sejak korban diterima atau ditangani.
  3. Dalam waktu 1 X 24 (satu kali dua puluh empat) jam terhitung sejak pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepolisian wajib meminta surat penetapan perintah perlindungan dari pengadilan.
Pasal 26
  1. Korban berhak melaporkan secara langsung kekerasan dalam rumah tangga kepada kepolisian baik di tempat korban berada maupun ditempat kejadian perkara.
  2. Korban dapat memberikan kuasa kepada keluarga atau orang lain untuk melaporkan kekerasan dalam rumah tangga kepada pihak kepolisian baik di tempat korban berada maupun di tempat kejadian perkara.
Pasal 27
  1. Dalam  hal korban adalah seorang anak, laporan dapat dilakukan oleh orang tua, wali, pengasuh, atau anak yang bersangkutan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan pidana:
Diatur mulai Pasal 44- Pasal 53
               Pasal 44 , unsur-unsurnya:
¢  1. setiap orang;
¢  2.melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga
¢  3. pidananya pidana penjara atau denda
Pasal 45
¢  1. setiap orang
¢  2. melakukan perbuatan kekerasan psikis
¢  3. pidana penjara dan denda
       Pasal 46
¢  1. setiap orang
¢  2. melakukan perbuatan kekerasan psikis
¢  3. pidana penjara atau denda
Pasal 47
¢  1. setiap orang
¢  2. memaksa  orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual
Pasal 49
¢  1. setiap orang
¢  2. menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangganya;
¢  3. pidana penjara atau denda
Pasal 50
 pidana tambahan
  1. Pembatasan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu dari pelaku;
  2. Penetapan pelaku mengikuti program konseling di bawah pengawasan lembaga tertentu
Delik-delik dalam UU PKDRT ini merupakan delik umum. Adapun yang termasuk delik aduan sebagai berikut :
  1. 1)            Tindak pidana kekerasan fisik dan psikis yang dikategorikan ringan yang dilakukan suami terhadap istri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan atau kegiatan sehari-hari. (Pasal 51 dan 52 UU PKDRT)
    4.      2)            Tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan oleh suami terhadap istri atau sebaliknya. (Pasal 53 UU PKDRT

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT

TEORI TENTANG PERUBAHAN HUKUM DAN MASYARAKAT A.       Beberapa Teori tentang Hukum dan Perubahan Sosial Perubahan sosial adalah segala perubahan pada lembaga kemasyarakatan di dalam masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk nilai, sikap, dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok masyarakat. Pada umumnya suatu perubahan di bidang tertentu akan mempengaruhi bidang lainnya. Maka dari itu jika diterapkan terhadap hukum maka sejauh manakah perubahan hukum mengakibatkan perubahan pada bidang lainnya. [1] Suatu perubahan sosial dan kebudayaan dapat pula bersumber pada sebab-sebab yang berasal dari luar masyarakat itu sendiri dan   bisa dari bangsa lain seperti: pertama, t erjadinya berbagai bencana alam menyebabkan masyarakat yang mendiami daerah-daerah itu terpaksa harus meninggalkan tempat tinggalnya dan mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam yang baru yang akan mengakibatkan terjadinya perubahan-perubahan pada ...

SEJARAH JUDICIAL REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)

  SEJARAH   JUDICIAL   REVIEW (KASUS MARBURY VS MADISON TAHUN 1803)   Lembaga pengujian konstitusional yang sudah mendunia dan seperti yang kita kenal saat ini bermula dari putusan Supreme Court (Mahkamah Agung) AS dalam kasus Marbury versus Madison pada tahun 1803. Sejak saat itu “wabah” pengujian konstitusional atau yang populer disebut judicial review ini mulai menyebar dan akhirnya mendapat kedudukan yang penting dalam dunia hukum seperti sekarang ini. Begitu fenomenal dan luar biasanya putusan “Marbury vs Madison” ini, William H. Rehnquist menyebut kasus ini sebagai “most famous case ever decided by the US Supreme Court.” [1]   Selain itu para pakar juga menyebut kasus ini dengan berbagai sebutan/istilah, antara lain ‘most brilliant innovation’ atau ‘landmark decision’ bahkan ada pula yang menyebutnya dengan nada penuh pujian sebagai ‘single most important decision in American Constitutional Law.’ [2] Kasus ini sendiri bermula pada saat John Ad...

PERBEDAAN KONSEP PELANGGARAN HAM DAN KEJAHATAN BIASA DALAM PERSPEKTIF HUKUM DAN HAM INTERNASIONAL

  PENDAHULUAN Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang dimiliki manusia semata-mata karena ia manusia. Umat manusia memilikinya bukan karena diberikan kepadanya oleh masyarakat atau berdasarkan hukum positif, melainkan semata-mata berdasarkan martabatnya sebagai manusia. [1] .Oleh karenanya meskipun setiap orang terlahir dengan warna kulit, jenis kelamin, bahasa, budaya dan kewarganegaraan berbeda tetap memiliki hak-hak yang sifatnya universal.Selain sifatnya yang universal, hak-hak itu tidak dapat dicabut (inalienable) , karena hak-hak tersebut melekat kepada dirinya sebagai manusia.Akan tetapi persoalan hak asasi manusia baru mendapat perhatian ketika pengimplementasikannya dalam kehidupan bersama manusia. Pemikiran tentang keselarasan hidup dalam masyarakat dikemukakan oleh Aristoteles pada abad ke- 4 SM, bahwa untuk mencapai tujuan hidup manusia membutuhkan manusia lain, sehingga keberadaan masyarakat mutlak agar individu Manusia dapat memiliki arti dan berkembang. [2] ...